Silent House (Orhan Pamuk). Drama Politik Tiga Generasi Dalam Satu Rumah. Review #1

Standar

Novel terbitan 1983 ini termasuk karya awal Orhan Pamuk. Tapi gaya penulisannya tidak banyak berbeda dengan karya-karya terbarunya. Lamban mengalir, tapi tidak membosankan, emosi yang dibawanya turun naik dan akhir yang mengejutkan. Tidak menggurui, dia hanya bertutur tentang kehidupan, dekat, nyata. Novel-novel Orhan Pamuk itu politis banget, bagaimana pilihan politik keluarga mempengaruhi kehidupan seluruh anggotanya. Pertarungan antara kiri dan kanan, antara komunis dan nasionalis, dalam novel ini.

Diawali dengan disingkirkannya dr. selahatin dari pertarungan politik di kelompok kirinya dan pemerintah nasionalis yang mulai mencari-cari aktivis kiri untuk dimasukan dalam penjara. Menghindari ancaman politik, dia membawa istrinya fatma untuk meninggalkan kemewahan Istanbul dan melipir ke tepi pantai. Selanjutnya seluruh kehidupan keluarga Selahatin bergantung pada sisa-sisa kekayaan Fatma yang menghidupi kebutuhan sehari-hari, sekolah Dugal anaknya, sampai mendanai penelitian ilmiah Selahatin yang dibukukan dalam ensiklopedia. Dugal yang diharapkan memberikan kehidupan baru bagi Fatma, malah mengikuti jejak ayahnya. Membaca buku-buku kiri, melihat ketidak adilan dan terjun ke dunia politik.

Dugal dan isterinya meninggal muda dengan tiga anaknya Faruk, Nilgun dan Metin. Faruk, sejarahwan patah hati sejak ditinggal isterinya dan gagal menuliskan penelitiannya. Nugal, perempuan aktivis yang jelas mengambil posisi kiri seperti ayah dan kakeknya. Metin si jenius yang kehilangan arah karena besar tanpa mengenal ayah dan ibu lalu limbung ketika dimabuk cinta. Cita-citanya adalah menjual rumah keluarga, membangun apartemen lalu memulai hidup baru di Amerika.

Selahatin meninggalkan ‘dosa’, anak haramnya bersama pembantu di rumah besar itu, seorang anak yang kerdil, Recep dan seorang lagi cacat, Ismail, kakinya patah karena disiksa Fatma ketika kecil. Recep mengabdikan 20 tahun usianya mengurus Fatma, sebagai pembantu di rumah itu, tanpa anak-anak Dugal mengetahui rahasia ini. Ismail menjadi tukang lotre, memiliki anak bernama Hasan yang meninggalkan sekolah, terlibat gang politik nasionalis.

Hasan mencintai Nilgun, cinta ditolak, politik bertindak. Nasionalis membenci Komunis. Pada suatu cerita, Hasan memukuli Nilgun karena perempuan itu mengatainya Fasis sinting. Saya tak sampai hati menceritakan akhir cerita mereka berdua dan keseluruhan keluarga.

Orhan Pamuk mengajak kita mengarungi kehidupan politik Turki dari kacamata warga biasa. Alur maju mundur, antara ingatan Fatma tentang Selahatin dan Faruk dengan Selma bekas isteriya. Tapi gaya penulisannya itu loh yang membuat saya terkesan, sebel kadang-kadang. Tidak lazim buat percakapan yang ditulis dalam satu paragraph, dan membuat saya harus membaca ulang, ini siapa yang sedang berkata-kata ya? Setiap bab berganti narrator, satu bab, satu tokoh utama bernarasi. Mengajak saya melihat cerita dari sisi berbeda dari setiap tokohnya. Bahkan dalam tokoh antagonis seperti Hasan, saya ‘dipaksa’ untuk memaklumi apa yang terjadi di dalam dirinya.

Novel 334 halaman ini sudah tidak ada di toko buku, saya menemukannya di tokopedia. Sila berburu. It is worthy.

Silent house

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s