Monthly Archives: April 2019

Goodbye 40!

Standar

I started my 40 with bleeding, abnormal uterus the doctor said. Got through the curettage surgery and have to take one tablet a day of provera ever since, until when? For the rest of my life, perhaps. Awesome right?! I have to say goodbye to the intention of having children. God knows what is the best for me, and that is all I can say to myself. And yes, I have three elderly that me and Akang have to taking care of, so let’s just forget about our want to have a baby. Isabel Allende on Japanese Lover said, one has to have a goal in life, it is the best cure for all ills.

In my 40, I surrender my soul to the universe. To be honest, I started to stop thinking about myself, I stop being selfish and trust the universe for everything that I have right now and the future. It does not mean that I don’t have a vision or target in life, I do! But I know when to run for it, to pause and to stop. Everything has its own time! See, I become more spiritual being, I become Rumi! Well, not really… anyhow, I am enjoying myself, my world, and my surrounding.

Once I surrender my soul to the universe and stop being selfish, I become sincerer of sharing my times and my life with others. I chose to be with my friends at the women prisoner for the women writing class than attending a meeting with UK MP’s two weeks ago, and I am letting go the chance to get more money by attending an invitation this Friday, again to be with the class. It is okay, I can always find another way to get a money, but I can never turn back the time that I might find surprise and happiness when I am with friends in the class.

Again, God keep all the good things for me.

On my last days of 40, God gives me happiness. I was taking a medical check-up last week, things I was afraid of, afraid of the fact that I might have a tumor inside my uterus or in my breast, afraid I might be feeling down than I ever been. But, the result is great! I am clean from those things that I was afraid of. That is the best early present for me.

And today, two girls from my class won the writing competition and it is a national level… How can I am not happy will all these blessings in my 40! Instead of the juggling moment in life, I prefer to look at and remember only the best ones on my last day of 40.

Thank you 40! And I am excited to have my 41 and all those coming surprises in life.

And here is the picture of me enjoying my last day of 40 with Bali Dancing Class, damn I look so sexy with that stagen, I have waist 🙂

Pinggangku

 

 

Iklan

Terapi si Unin

Standar

Rumah ini sepi, hanya ada dua lansia, saya dan suami. Percakapan di antara kami berempat tak jauh-jauh dari soal beli obat, masak kalau sempat, beli lauk dan pampers untuk bapak. Bapak stroke dan diabet, berjalan sudah diseret, suara tak lagi jelas. Karena itulah bapak lebih banyak diam. Ibu, beliau punya jantung, dan dadanya akan sakit kalau terlalu lelah. Suami aku, Kang Iwan yang menjaga mereka berdua dan saya, si tukang jalan dan jarang di rumah. Antara Jakarta dan bandung. Sepi.

Sampai si Unin datang. Kucing buduk dengan luka di telinga itu ditemui akang di depan rumah, setelah sebelumnya menjerit-jerit tak bisa turun dari atas loteng persis saat hujan menderas. Tetangga yang menurunkan kucing kecil itu, kami memberikannya makanan. Unin termasuk kucing yang sopan, diberi makan bukan berarti mau dipegang apalagi dibawa pulang. Butuh satu bulan sampai Unin mau masuk sendiri ke dalam rumah kami. Masih tanpa suara, kami yakini pita suaranya rusak sewaktu dia menjerit-jerit di atas loteng itu.

Unin_01_ed

Sejak kehadiran si Unin, rumah ini tampak berbeda. Topik pembicaraan kami bertambah, “si Unin berak di depan kamar tuh,” “si Unin ga berhenti makan,” Unin ina inu… Sesekali terdengar Ibu berbicara dengan Unin, dengan nada tinggi, biasanya karena si Unin muterin kaki minta makan. Bapak, bapak yang diam itu sesekali tertawa melihat Unin guling-guling main dengan dengan keset pintu, atau berteriak sekuatnya karena Unin menyeruduk masuk ke kamarnya. Dan Akang, setiap kali saya pergi ke luar kota, dia akan rajin mengirimkan foto Unin terkini. Dia punya mainan baru, mengurus si Unin, selain sibuk dengan orang tua dan mainan hape (ini yang paling bikin sebel).

Sementara saya, hari ini saja dibuat jengkel oleh Unin. Pok coy dari tiga batang benih, tinggal satu. Akang bilang, daunnya digigit-gigit Unin, batangnya dia garuk. Lalu jemuran, Unin tertangkap tangan sedang guling-gulingan dengan jaket kesayangan saya. Dia garuk jaket itu dari jemurannya hingga jatuh ke lantai. Belum sempat dicek apakah jaket itu jadi bolong karena kuku si Unin. Unin si penguasa keset dan sandal, kukunya keluar setiap kali ada yang mengambil sandal.

Unin_02_ed

Unin adalah berkah buat saya dan akang.  Unin membawa warna baru di rumah kami, Unin membuat bapak dan ibu tertawa. Unin menjadi alasan baru kami bangun pagi, memberikannya makan dan mengajaknya main. Buat kami, Unin bukan sekedar hewan peliharaan, dia menjadi anggota keluarga yang menyatukan kami dalam kata yang sama…. UNIIIIIN… baong lah kamu mah!

Unin_03_Ed

Asah Cara Berpikir Kritis di Era Polusi Informasi. Review #8 The Perils of Perception by Bobby Duffy

Standar
Asah Cara Berpikir Kritis di Era Polusi Informasi. Review #8 The Perils of Perception by Bobby Duffy

Pikiran negative, memori buruk menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran berlebihan akan membawa kita membuat keputusan yang buruk dan membentuk persepsi yang salah. Emosi mengontrol pikiran, itu memang iya, tapi manusia kan ga bodoh, kesimpulan Duffy, kita akan selalu bisa berubah, tergantung bagaimana kita mau membuka diri pada hal yang baru, mencerna realita berdasarkan fakta.

Bobby Duffy adalah direktur sebuah lembaga survey internasional yang bermarkas di London, IPSO. Ilmu statistic adalah makanan dia sehari-hari. Era polusi informasi dimana informasi sangat mudah diakses, tanpa susah mencari, kita dipaparkan oleh informasi yang diframe untuk kepentingan tertentu bahkan algoritma menyajikan informasi berdasarkan history pencarian kita. Kita dipaksa untuk diasah kembali pengetahuan statistic (yang sangat bikin saya stress waktu kuliah dulu), berpikir kritis saat berhadap dengan informasi.

Dalam penelitian sosialnya tentang “misperception” di 13 negara selama 4 tahun yang dituangkan dalam buku ini, menyimpulkan banyak hal menarik. Bahwa kita tidak pernah menghitung bahwa punya itu mahal, dari asuransi kesehatan, pendidikan dan jiwanya. Kita cenderung ingin kelihatan sama dengan orang kebanyakan bahkan lebih baik. Kita sangat percaya kalau kita kelebihan berat badan dan percaya gula itu buruk. Terorisme itu mengancam, imigran bakal merebut kehidupan layak yang pribumi punya dan pemimpin saat ini sebaiknya diganti dengan yang lebih kuat, itu adalah misperception yang dicetak oleh media dan sosial media. Politisi dan jurnalis adalah profesi yang paling tidak dipercaya berdasarkan hasil survey mereka di 13 negara tersebut.

Tidak ada satu resep khusus untuk menangkal misperception di era post-truth, sebagaimana para ahli psikologi, sosial dan komunikasi percaya, latar belakang pendidikan bukan satu-satunya factor yang menentukan cara kita berpikir. Tapi ada emosi, pengalaman yang membentuk cara kita melihat sesuatu. Konteks politik dan kebebasan berekspresi suatu negara juga berpengaruh. Hal-hal negative sangat mudah nyangkut di kepala kita, dan media sangat paham itu. “When it bleeds it leads” dan “Simplify then exaggerate” adalah model media, mereka memang harus menyodorkan rating dan jumlah pembaca untuk menyakinkan pemilik modal dan para pengiklan. Sementara sosial media mencuri informasi pribadi kita, membaca kebiasaan, dan menjualnya kepada pengiklan, pemodal termasuk politisi yang lalu “menghajar” kita dengan informasi yang dibentuk berdasarkan cara kita memilih informasi untuk menguatkan opini yang kita punya.

Kita punya kecenderungan untuk mencari informasi sesuai dengan pilihan hati untuk menguatkan opini sendiri. Then break your bubble, keluar dari tempurungmu, cari informasi lain di luar kebiasaan, termasuk bergaul dengan sebanyak-banyaknya kelompok termasuk yang selama ini kamu takutkan untuk bergaul. Contoh dari saya, semisal kamu tidak pernah bergaul dengan temanteman LGBT dan kamu sangat percaya “mereka menular” coba deh, keluar dari kepercayaanmu sejenak dan berteman dengan mereka. Mereka manusia biasa sepertimu dan tidak menular loh. Menakut-nakuti orang tentang bahaya perubahan iklim tidak akan serta merta membuat public berubah dan melakukan aksi penyelamatan bumi. Relevansi dengan konteks, kedekatan perlu, memberikan contoh positif jauh lebih efektif daripada memberikan informasi yang menimbulkan ketakutan.

Bobby Duffy mengajurkan agar media and news literacy, bersama dengan political knowledge juga critical thinking dan statistic harusnya menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dasar. Mengajarkan orang tua berpikir kritis dan statistic sudah terlambat, tapi untuk membuat generasi mendatang pandai membaca dengan kritis, maka lakukan sejak dini! Para pencinta fakta dan data, sempurnakan mereka dengan cerita. Storytelling itu penting karena kita adalah binatang yang bercerita dan itu akan lebih menggugah isi kepala orang untuk menerima informasi.