Sudah berjam-jam dia mematut diri di depan kaca. Dia maju dan mundur, menatap wajah, menatap lengan yang membesar berkali lipat sejak tahun-tahun terakhir. Dia mencari kerut yang kini muncul di kiri kanan ujung mata, di jidat dan ujung bibir. Di pipi bercak coklat itu bertambah. Jelas dia tak muda lagi.
Cermin tahu perempuan itu tak mematut mencari kata cantik yang barangkali tersisa diantara kerut, lemak menggelambir di lengannya. Cermin tahu yang perempuan itu cari adalah jiwanya yang perlahan hilang meninggalkan tubuhnya yang menua. Kemana dia menghilang. Kemana semangat dan gairah hidup itu menjauh.
Perempuan itu terdiam beberapa saat sebelum menyisir ulang rambutnya. Awalnya ke tengah, membelah ke kiri lalu sebentar ke kanan.
Cermin menyoroti helai rambutnya yang melorot di ujung sisir.
Bertahun cermin menampilkan wajah perempuan dalam aneka rupa. Berhias tebal untuk pesta, berwajah polos untuk tidur. Telanjang setelah mandi, rapat untuk sholat. Cermin mencatat segalanya. Tapi kemana jiwa itu menghilang?
Perempuan itu pernah berebut cermin dengan para sahabatnya, saling memupurkan wajah, mencoreng alis bersama sambil tertawa. Perempuan itu di dekap dari belakang oleh sang kekasih lalu disisirkannya rambut sang perempuan olehnya penuh cinta. Pernah.
Perempuan itu kini sendiri, menari, mencari pasangan untuk jiwanya yang sepi.
“Hanya ada aku, cermin dan jiwaku yang terperangkap di dalamnya.”
*I can dance with or without you, 13 Mei 2011