Jumat jam 5.30 pagi, Uki pimpinan perjalanan sudah menjemput kami di penginapan, sudah mandi. Lalu lewat Ahmad, pemuda yang tenar di kampung ini saking pendiamnya, itu dulu, hari ini dia bakal menjadi pemandu perjalanan kami. Mereka berdua adalah Sahabat Teluk Sumbang dari Desa Teluk Sumbang, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Sebagai sahabat, mereka tak cuma akan memandu kami menuju lokasi yang indah, tapi juga sahabat perjalanan yang akan berbagi cerita dan pengalaman. Sahabat yang akan membuat kami rindu untuk selalu kembali ke kampung ini.
Lantas apa istimewanya Uki dan Ahmad yang bangun pagi, mandi dan wangi?
Hampir satu tahun saya berada di kampung ini untuk menemani masyarakat desa agar siap menerima energi listrik dari matahari dan air yang akan menerangi kampung selama dua puluh empat jam. Tapi baru kali ini saya melihat dua kawan ini bangun pagi, mandi dan wangi. Senyum membentang di wajah mereka, semangat membuncah menyambut kelompok pengunjung wisata untuk pertama kalinya ini.
Sepanjang malam sebelummya, Uki, Ahmad, Mail, Salim dan Winggi mempersiapkan menu perjalanan, perlengkapan sampai berlatih berbicara di depan umum. Duh, ada bule pula. Awalnya mereka saling tunjuk, siapa yang akan menemani bule, Dr. Jorg Peters dari Jerman yang kebetulan datang berkunjung untuk melakukan riset di kampung ini. Tapi akhirnya semua tergantung di kapal mana Jorg akan menapakkan kakinya. Winggi langsung tersenyum ketika Jorg memilih duduk di kapal tempat dia bertugas sebagai pemandu. Ya sudahlah, kata dia, pakai bahasa tarzan pun jadilah.
Ada 12 tamu yang akan diantar ke lokasi snorkling untuk melihat terumbu karang, Batu Payung yaitu goa di bawah laut yang terumbu karangnya masih terjaga, lalu ke Tanjung Guntur dan Bukit Berdiri tempat penyu bertelur dan mencari makan.
Di depan dermaga tersedia dua kapal yang akan mengangkut kami, dan ada 6 Sahabat Teluk Sumbang yang sudah siap melakukan tugasnya. Uki memperkenalkan tim Sahabat Teluk Sumbang, menjelaskan aturan yang harus diikuti oleh tamu diantaranya, tidak membuang puntung rokok ke laut, selalu menggunakan rompi pengaman – life fest selama perjalanan, dan tidak menginjak terumbu karang saat snorkling. Lalu Salim memperkenalkan cara menggunakan rompi pengaman yang benar dan memastikan peserta perjalanan menggunakannya dengan benar. Di setiap kapal dipastikan ada kotak P3K, air minum kemasan dan tempat sampah.
Istimewanya Sahabat Teluk Sumbang ini, mereka tak ragu memperlihatkan pada kami hal buruk yang terjadi di kampung mereka. Cerita tentang terumbu karang yang rusak akibat bom ikan, tapi sejak beberapa tahun terakhir, kampung memperketat penjagaan agar tak ada nelayan luar menggunakan bom lagi. Cerita tentang hutan yang dibuka untuk pelebaran jalan, meski hal tersebut mereka butuhkan, tetapi dampaknya terhadap bentang alam juga tak bisa dipungkiri. Lalu pepohonan di Tanjung Guntur yang ditebang untuk oleh pemiliknya untuk membuat pelabuhan kecil dan membuat Sahabat Teluk Sumbang kecewa. Mereka bahkan dalam proses negosiasi dengan pemilik lahan untuk tidak menebas pohon dalam jarak 4 meter dari bibir pantai. Saat kembali ke desa melalui wilayah Tanjung Sinondok, Sahabat Teluk Sumbang menceritakan tentang hutan mangrove yang tak lagi lebat, padahal terdapat ekosistem pertemuan air tawar dan air laut di dalamnya. Juga cerita tentang kehidupan suku Dayak yang telah mendiami hutan di desa ini puluhan tahun lamanya.
Ada tujuh sub suku Dayak yang bergabung menjadi satu wilayah di RT 04 Teluk Sumbang yaitu Gagas, Rukebulu, Riwa, Paleng, Selatan, Cambulu dan Daliut. Mereka hidup dari berladang dan kerajinan tas rotan yang selalu berlapis dua dan membedakannya dengan tas rotan dari wilayah lain di Kalimantan dan memiliki sedikitnya sepuluh motif berbeda. Hidup mereka sangat bergantung hutan sekitar, terutama rotan yang akan hilang bersama gundulnya hutan. Di dalam hutan, Suku Dayak menjaga agar tiga air terjun, pohon tirgis tempat madu hutan berada, goa dan budaya mereka lestari.
Ekowisata hanya bisa berjalan jika alam dan budaya terjaga dan Teluk Sumbang rentan mengalami perusakaan karena selalu dilirik oleh perusahaan sawit dan semen. Ekowisata adalah cara melawan perusahaan yang akan merusak alam dan kehidupan desa mereka. Tapi di sisi lain, Sahabat Teluk Sumbang harus bisa membuktikan pada desa, bahwa lewat ekowisata ekonomi desa masih bisa terangkat tanpa harus menerima investasi dari luar desa yang akan membawa kerusakan pada alam mereka. Inilah yang menjadi semangat bagi Sahabat Teluk Sumbang untuk meningkatkan kapasitas mereka di bidang ekowisata, menyerap habis-habisan pengetahuan tentang keanekaragaman hayati yang ada di sekitar mereka, berlatih berbicara di depan umum dan belajar bahasa Inggris agar punya kepercayaan diri untuk berhadapan dengan pengunjung manca negara.
Empat bulan lalu para pemuda ini masih bingung darimana memulai ekowisata karena selama ini selalu terjebak pada istilah modal berupa uang. Tapi setelah mendapatkan pengembangan kapasitas dan mengenali prinsip ekowisata, Jumat, 22 September 2017, mereka memulai bisnis ekowisata hanya dengan modal bangun pagi dan wangi. Semua perlengkapan yang disewa, dibayarkan setelah tamu membayar biaya wisata. Setelah Sahabat Teluk Sumbang menerima honor pertamanya, mereka bahkan masih mendapatkan tabungan sebagai modal membeli perlengkapan sendiri.
Bukan sekedar lembaran uang kertas yang membuat Sahabat Teluk Sumbang senang, terlebih pada tamu yang puas terhadap pelayanan mereka. Rasanya Winggi tersenyum paling lebar ketika Jorg mengatakan, dari banyak tempat yang pernah dia kunjungi diantaranya Tanzania, Meksiko dan Belize, Teluk Sumbang salah satu yang terbaik (sekalipun perjalanan ini sangat singkat, hanya 2,5 jam) Lalu untuk pelayanan yang diberikan, Jorg bilang ‘You are awesome guys,’ kalian mengagumkan.
Tentu saja banyak catatan perbaikan yang harus dilakukan di depan, tapi menjaga semangat Sahabat Teluk Sumbang agar tak padam adalah pekerjaan besar. Bantu kami menjaga alam, budaya dan semangat para pemuda Teluk Sumbang. Kunjung, kenal, dan jaga bersama. Teluk Sumbang masih punya banyak cerita tentang alam dan manusianya. Jangan lupa tagar #SaveTelukSumbang ya