Sejak 2005-2006 saya sudah melahap empat novel karya Tariq Ali. Tanpa benar-benar tahu siapakah dirinya. Novel yang berjudul Kitab Saladin membuat saya jatuh cinta sepenuhnya pada sosok Saladin dan selanjutnya membaca lebih banyak cerita perang salib, tentang King Richard termasuk di dalamnya. Tak sampai sana saja, sejak itu pula segala sesuatu yang punya akan dikaitkan dengan Saladin. Sepeda dan bakal calon anak lelaki nanti akan diberi nama Saladin.
Saya berhutang banyak pada Tariq Ali. Tak cuma tentang Saladin, tapi juga tentang cerita bagaimana Islam menjelajah eropa dan mengubah kehidupan di Spanyol dan Itali. Tentang bagaimana hubungan lelaki dan perempuan yang harus beradaptasi kalau tidak ingin menentang budaya yang ada.
Sewaktu Tariq Ali ke Jakarta, sekitar 2011 dan memberikan kuliah umum di Salihara, saya masih di utan kayu dan baru tahu di hari itu. Segera saya menghiba pada Irvan gendut sahabat saya untuk mengantarkan saya dari utan kayu ke cinere untuk mengambil empat koleksi novel yang dia tulis, lalu ngebut lagi ke salihara untuk minta tandatangannya. Saya tidak cuma dapat tandatangannya tapi bisa mencuri foto bareng dengan Tariq Ali.
Lima tahun kemudian
Mendarat di London tanpa embel-embel harapan bertemu Tariq Ali, Salman Rushdie dan Sebag Montefiore. However, saya tahu ide Marxism di Indonesia semacam panu yang perlu di kalpanax – eh nyebut merk- bagi sebagian orang. Saya tidak akan berdebat soal itu di sini. Saya datang ke acara Festival Marxism untuk sekali lagi menyaksikan kuliah umum Tariq Ali. Lalu menyimak bagaimana Amerika supremasi masih mendominasi bagaimana cara kita melihat dunia. Kali ini saya tidak bisa minta tanda tangan, Cuma bisa mengagumi dari jauh. Gila neh Tariq Ali, sosialis blasss, editor di New Left Review.
‘Nah di New Left Review itu banyak anak Goldsmiths magang di sana.’ Kata Faza kawan saya
Huaa jadi Tariq secara ga langsung deket sama Goldsmiths dududu…. Ya ampun… percaya atau tidak sebenarnya apa yang saya dapat hari ini, sesuatu terkait dengan apa yang terjadi di belakang, terkait mimpi besar di dalamnya.
Saat ini saya sedang membaca novel terakhir Tariq tentang Islam dan kali ini berkaitan dengan budaya Yunan dan Punjabi. And somehow once again, it is connected again to my personal life… Paling tidak saya sedang ‘menjadi tahu’ tentang Punjabi… dalam salah satu doa di dalamnya, dua anak Punjabi berdoa… Ya Allah, selamatkan kami dari Ibu kami… ini menyangkut bagaimana ketatnya Ibu dan keluarga menjaga tradisi, Punjabi for Punjabi… saya manyun… okay I got it! Kisah Dara dan Jindie menjadi begitu dekat dengan saya. Review bukunya nanti ya kalau sudah selesai….
Oh Tariq… thank you… Saya masih percaya akan bertemu dengan idola saya ini dalam kesempatan berbeda lainnya.