
Setiap orang ingin berbicara, setiap orang ingin didengar pendapatnya, masukannya, tapi berapa orang yang mampu mendengar dan menyimaknya? Kita tidak sedang membicarakan tentang kekuasaan ya ketika pemegang kekuasaan hanya merasa perlu menyampaikan gagasan dan keputusan tanpa mau mendengarkan masukan atau bahkan bertanya kepada “bawahannya.”
Beberapa hari lalu ahli Bahasa Ivan Lanin mengingatkan saya tentang kemampuan berbahasa itu termasuk dengan kemampuan menyimak. Mendengar tapi dengan memerhatikan apa yang sampai di telinga.
sumber: twitter Ivan Lanin @ivanlanin
Dalam modul yang saya kembangkan untuk kelas Perempuan Menulis, salah satu unsur penting ketika belajar menulis adalah melatih kemampuan mendengar. Kita tidak bisa menulis dengan baik tanpa melakukan pengamatan, yang dilakukan dengan menggerakan seluruh indera, salah satunya dengan telinga. Ada latihan untuk mendengar dengan seksama lawan bicara, tanpa menyela, tanpa suara, hanya mendengarkan selama 10 menit. Ternyata memang tak mudah belajar mendengar tanpa berkomentar, orang itu gatel banget mau komentar tentang banyak hal, bahkan tanpa diminta. Pernahkah kamu suatu hari ingin sekali curhat, sekedar curhat, tapi curhatmu belum kelar, lawan bicaramu langsung interupsi dengan menceritakan “deritanya” yang lebih menderita dari ceritamu sampai akhirnya kamu lupa pada curhatmu sendiri? Begitulah…
Melatih kemampuan mendengar itu banyak gunanya.
Saya rasa sejak 2012, saya memang sedikit banyak berubah. Latihan mendengarkan orang lain itu dimulai ketika harus memilih fellow Ashoka. Selama tiga hari, saya harus tinggal bersama calon fellow, bertanya sejumlah pertanyaan kunci dan mendengarkan penjelasan mereka, sedetail mungkin karena hanya ada 3 hari, dan semua harus menjawab kriteria yang diwajibkan ada oleh Ashoka. Latihan itu sangat berguna kemudian di hidup saya selanjutnya. Kalau kemudian kawan mulai merasa saya sedikit curhat, karena ternyata mendengarkan orang lain curhat dan bercerita itu lebih menarik. Cerita saya biarlah sesekali muncul dalam tulisan dan percakapan. Menguping itu kerjaan saya, headphone atau earphone itu kadang mati hanya untuk mendengarkan apa yang diomongin meja sebelah.
Mendengar menambah pengetahuan, menyimaknya membuat saya kreatif mencipta karakter-karakter dalam cerita dalam tulisan, berguna saat dibawa ke kelas Perempuan Menulis. Mendengarkan kawan-kawan di Lapas Perempuan cerita tentang apa saja yang ada di sana, membuat saya punya segudang ide cerita baru.
Pekerjaan saya sekarang pada akhirnya memakai kemampuan mendengar itu. Sebagai orang lapangan, tugas saya sebagian besar bukan hanya menyampaikan program, tapi mendengarkan apa yang menjadi harapan, usulan, tantangan yang dialami warga. Sama-sama memetakan potensi untuk menghadapi tantangan. Kunciannya ada pada sama-sama menemukan kekuatan, tapi kemudian menyusun strategi yang bisa dilakukan untuk mengatasi tantangan. Semua itu sekali lagi ga bisa kejadian tanpa kemampuan menyimak. Tapi menyimaklah lagilagi dengan kritis, tidak menerima semua hal yang didengar secara mentah-mentah, pilah lagi, tanya lagi, mosok sih? Kenapa begini, kenapa begitu? Jadilah orang dengan penuh pertanyaan MENGAPA sampai kamu dapat jawaban yang memuaskan.
Makin hari makin banyak orang dengan muncungnya yang makin maju karena keseringan bicara, mari kita ambil ceruk yang sangat dibutuhkan dunia, mendengar dan menyimak.