Monthly Archives: November 2017

Seks dan Agama

Standar

Postingan pagi ini pasti bakal banyak dibaca orang. Judulnya saja sudah bawa-bawa soal Seks dan Agama. Dua candu dunia yang akan langgeng sampai akhir zaman.

Blog saya ini dibuat untuk menuangkan keresahan pribadi yang tak bisa dituangkan dalam media massa. Oh iya, saya yang masih percaya, media massa harusnya bukan jualan opini penulisnya dalam berita. Kecuali memang dalam rubric surat pembaca atau opini. Tapi berapa banyak media tanpa kepentingan jurnalis, editor dan kepentingan pemilik modalnya? Media memang harus punya nilai, tapi nilai = rupiahkah? Iyalah. Kalau tidak, mati media itu. Ah sudahlah. Saya sedang bicara tentang blog ini.

Di Blog ini ada cerita  keresahan saya tentang buruh yang tergantikan teknologi, tentang stress tingkat dewa yang merenggut nyawa sahabat saya, tentang politik, tentang perempuan sebagai manusia, tentang cerita suka duka jauh dari keluarga untuk sekolah. Tentang kita, saya, kamu dan sekitar kita. Manusia, alam dari saya pribadi. Tapi saban kali saya melongok statistic, yang mendapat klik paling banyak sepanjang saya menulis ini adalah Cinderela dari Sorong, cerita tentang perempuan di lokalisasi di Sorong. Geez guys, saya yakin tulisan itu mengecewakanmu, menjebakmu, karena saya tak bicara tentang bagaimana transaksi dilakukan, siapa orangnya, berapa orangnya. Saya bicara tentang perempuan yang berjuang untuk hidupnya dan anak semata wayangnya yang jauh darinya.

Lalu soal Agama, kenapa sih beragama kok galak banget, ga santai bray kayak di pantai. Padahal beragama itu harusnya menyejukan, menenangkan karena kita merasa dekat dengan Tuhan. Tuhan tidak tersinggung kayak kamu yang baperan. Tuhan pemaaf bukan kayak kamu yang pendendam. Tuhan damai bukan kayak kamu yang rusuh di kepala, di hati, di selangkangan. Agama mengajarkan banyak hal baik, tapi  yang disinggung ga pernah jauh dari urusan kelamin…. arrrrgh… emez

Tapi sungguh saya gembira, jadi kalau mau menyisipkan pesan pake judulnya yang ada ‘seks’ dan ‘agama’ aja di dalamnya hahaha… yang penting pesan sampai. Blog ini ga punya iklan, saya ga cari makan dari blog ini. Saya hanya ingin berbagi gundah, karena resah yang disimpan jadi penyakit. Karena menulis melanggengkan ingatan, mencegah lupa. Karena saya punya ‘keistimewaan’ membaca banyak buku, bertemu banyak orang, yang orang lain belum tentu punya, blog ini jembatan saya dekat dengan kamu. Akan saya ceritakan apa yang saya dapat dalam hidup. Entahlah berapa banyak yang kamu suka, yang mencolek rasamu, satu dua orang cukuplah.

Selamat menikmati seksmu pagi ini…. Orgasme pada hidup dan kehidupan… that’s me by the way. I love my life so much, setiap detiknya membuat saya orgasme. I live my life fullest, so I don’t have any regret if GOD ask me to come to him, tomorrow or now!

 

Iklan

Keputusasan Akan Memastikan Hal Buruk Terjadi – Review Optimism over Despair by Noam Chomsky #32

Standar

Noam Chomsky lahir 1928 dan sampai hari ini masih aktif menulis buku, memberikan kuliah, menuangkan pendapatnya dalam banyak kegiatan, berkali-kali mendapatkan ancaman pembunuhan karena menentang penjajahan Israel terhadap Palestina, dan juga saat mengkritik Trump.

Buku Optimism over Despair berisi percakapan antara C.J Polychriniou dengan Chomsky selama empat tahun, 2013-2017 tentang capitalisme global, terpilihnya Donald Trump dan dampaknya terhadap perekonomian dan politik Amerika Serikat juga dunia, Amerika dalam perang Irak, Afghanistan dan Suriah, tentang marketing politik Obama, masa depan Amerika, masa depan dunia sampai pada peran kaum terpelajar. Menyentil tentang ideologi sosialisme, marxisme, anarchist dalam upaya menentang demokrasi yang berada di tangan kapitalis.

Chomsky adalah pemikir dunia lintas generasi, dia menyaksikan kejatuhan Hitler dan bubarnya Uni Soviet, dia mengamati perjalanan kapitalisme / demokrasi sejak Perang Dunia II usai, dilanjut dengan perang dingin antara Amerika yang ingin menguasai dunia dengan ideologi demokrasinya dan Rusia dengan sosialis ala-ala nya. Siapa lagi yang paling tepat dimintai pendapat tentang apa yang terjadi sekarang dan masa depan. Kata Chomsky, politik dan kekuasaan hanya berubah rupa sejak dia ada, tidak ada yang berbeda.

Dua bencana yang mengancam keberadaan manusia adalah Nuklir dan Perubahan Iklim. Dan sialnya kata Chomsky, semua presiden yang berasal dari Partai Republik di Amerika menyangkal terjadinya Perubahan Iklim atau skeptis bahwa perubahan iklim bisa diatasi. Bisa kok, kita masih ada waktu kata Chomsky untuk melakukan perubahan itu, salah satunya mengambil alih dominasi energi fosil dengan energi terbarukan, mengurangi perusakan lingkungan yang dilakukan oleh kapitalis dunia.

Buku ini memang bicara banyak tentang campur tangan Amerika Serikat di tengah permasalahan yang terjadi di dunia. Apakah Amerika yang menciptakan ISIS, salah satunya. Chomsky bilang, tidak ada bukti langsung keterlibatan Amerika dalam pembentukan ISIS, tapi invasi militer Amerika terhadap Irak itulah yang memicu munculnya gerakan radikalisme yang lebih besar dan luas. ISIS tidak hanya ingin mendirikan negara Islam di Suriah, tapi mendirikan Kalifah Islam di dunia. Tentang perang Israel dan Palestina, Chomsky menegaskan apa pun yang dipikirkan orang tentang Zionism, ini adalah gerakan colonialisme, perebutan tanah.

Chomsky minta agar kita tak terjebak pada retorika, sebaiknya menegaskan di awal bagaimana sikap politik kita terhadap suatu hal. Chomsky adalah sosialis liberal / anarchist yang menentang kapitalisme. Menurut dia, kapitalisme sudah membuat kerusakan di muka bumi, menempatkan keuntungan yang dinikmati oleh sepersepuluh elit dunia dan kesengsaraan bagi yang lemah dan miskin, belum lagi factor eksternal, kerusakan terhadap lingkungan. Hal yang paling gampang dilihat, para kapitalis ingin bebas dari pengaruh pemerintahan, tak mau diatur, tapi giliran bangkrut, dan bermasalah, mereka menuntut agar pemerintah menutupi kerugian mereka. Salah satu cara yang harus dilakukan adalah mengorbankan dana public untuk membantu perbankan salah satunya.

Lalu apakah sosialisme bisa berdiri di zaman sekarang? Chomsky bilang konsekuensi pada penerapannya akan luas, tapi yang pasti, dia mengutip John Dewey, bahwa “workers should be the masters of their own industrial fate and the means of production, exchange, publicity, transportation and communication should be under public control.” Kalau tidak kata Chomsky, politik akan sama saja, dibawah bayang-bayang kelompok pengusaha besar.

Yang saya paling suka dari Chomsky adalah kritiknya terhadap kaum intelektual yang punya privileged atau keistimewaan untuk melakukan perubahan melalui kebijakan tapi tidak punya integritas. Setiap orang punya tanggungjawab moral paling mendasar untuk memerdekakan seseorang dan masyarakatnya, dan itu jauh lebih berguna daripada bayaran atas kejujuran dan integritas.

Meski kita menghadapi dunia yang karut marut, Noam Chomsky yang sudah berusia 89 tahun itu tetap mengajak kita untuk optimistis menghadapi hidup.

“We have two choices. We can be pessimistic, give up and help ensure that the worst will happen. OR we can be optimistic, grasp the opportunities that surely exist, and maybe help make the world a better place.”

Kalimat itu beneran tamparan buat saya yang masih muda dan seringkali putus asa, malu sama opa Chomsky yang terus berusaha untuk membuat dunia lebih baik. Saya padamu Opa, semangat. Kalau kamu?

resize

Kepunahan Agama Dan Manusia, Bacaan Dewasa – Review Origin oleh Dan Brown #31

Standar

Buat computer geek dan pembaca Homo Deus karya Yuval Noah Harari, cerita petualangan Robert Langdon ini pasti akan mudah ketebak. Langdon seperti mengemas ulang Homo Deus dalam bentuk cerita fiksi, tentang agama akan mati, lalu ilmu pengetahuan akan berkuasa, membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada, manusia akan punah dan yang berkuasa berikutnya adalah super human. Tadinya buatan manusia, tapi kemudian manusia akan dikuasai lalu punah. Sejarah berulang, evolusi Darwin juga.

Masih sama dengan sebelumnya, Dan Brown menguji keimanan dengan ilmu pengetahun, bahwa agama dan sains akan terus berusaha saling menguasai, lalu ada korban atas hal menurut Langdon punya rumahnya masing-masing. Copernicus berhasil mematahkan argument kaum bumi datar yang mengatakan bahwa bumi pusat tata surya, dia datar dan kapal yang akan berlayar keujung dunia. Kaum agamis harus menerima kenyataan bahwa bumi bulat, bahwa bumi bergerak bersama planet lain mengitari matahari, bahwa bumi memiliki bulan sebagai satelit yang mengitarinya. Darwin dengan teori evolusinya menjawab apakah adam dan hawa sebagai nenek moyang manusia.

Origin menceritakan tentang Edmond Kirsch, peneliti, computer geek dan juga art enthusiast (pecinta Gaudi, William Black dan Winston Churchill) menemukan jawaban atas dua pertanyaan utama dalam hidup ini. Darimana manusia berasal dan kemana kita akan pergi? Lalu dia mati ditembak veteran angkatan laut Spanyol, Avila, ditengah presentasinya tentang jawaban itu, sebelum benar-benar menunjukan hasil temuannya.

Selalu ada perempuan di samping Langdon tentu saja, tapi kali ini dia tak jahat seperti di cerita The Symbol (spoiler alert!). Dia, Ambra Vidal, calon ratu Spanyol yang dilamar Pangeran Julian di sebuah acara televisi, iya kali dia jawab ‘engga’ di depan jutaan mata dan memalukan kerajaan Spanyol. Ambra ini keren tokohnya, She is her own Woman, kata pangeran. Tidak siapa pun, bahkan pangeran dapat mengatur dirinya. Selain perempuan, pasti ada tokoh pembunuhnya, seorang fanatic, yang merasa benar jika membunuh atas nama tuhan. Ada teori konspirasi.

Tapi Origin kekinian sekali setingannya. Ada PR kerajaan spanyol Martin, perempuan yang masih muda, techno-savvy, terperangkap dalam teori konspirasi. Ada tokok Winston, A1 ciptaan Kirsch yang menjadi asisten pribadinya, E-Wave, superficial intelligent yang membantu Kirsch mencari jawaban atas dua pertanyaannya tersebut. Kalau buku ini di filmkan, yang mengisi suara Winston, harusnya Benedict Cumberbatch 😉 pas.

Darimana kita berasal? Teori Big Bang menjawab bagaimana bumi yang berusia 90 juta tahun ini terjadi, tapi tak juga bisa menjawab, bagaimana mengisi bumi ini dengan kehidupan? Dengan manusia? Lalu kemana kita akan pergi? Kirsch memprediksi manusia akan punah 2050. Dalam teori energi, kita akan punah menjadi energi, lalu tergantikan oleh teknologi, super human. Teknologi yang kita ciptakan untuk membantu kehidupan kita, lalu menguasainya, suatu saat nanti.

Dimana posisi agama? Kalau Bishop Bena bilang harusnya bisa berdampingan, agama menjadi partner spiritual sains tanpa harus menentangnya. Tapi kata Langdon, pemuja agama harus dulu mengakui bahwa agama Berjaya melewati dua jalan, yang gelap, pemaksaan, pembunuhan atas nama Tuhannya dan jalan terang yang memberikan kedamaian. Sains harusnya bisa menutup jalan gelap itu.

Dan Brown membawa saya pada petualangan Langdon yang menyenangkan, jalan-jalan ke Barcelona dan Madrid, mengunjungi museum, mengenalkan seniman modern setelah sebelumnya kita selalu dibawa pada seniman di zaman renaissance.  Barangkali itu yang selalu membuat saya menunggu karya Dan Brown. Kekuatannya ada pada riset yang detail. Bagian paling membosankan bagi saya justru ketiga Kirsch mempresentasikan karyanya puanjang lebar, tiga bab dalam buku ini adalah miliknya. Aih… barangkali saya tak ingin diajak mikir terlalu dalam di buku ini, hayolah… atau barangkali Brown tak berhasil menerjemahkan sains rumit itu dalam bahasa fiksi sederhana, terjebak dalam risetnya.

Brown selalu membawa banyak tokoh dan cerita dalam petualangan Langdon, tapi tentu saja itu hanya untuk mengalihkan perhatian. Focus saja pada dua atau tiga tokoh di sekitar Langdon yang paling dia ceritakan, maka dia lah otak ‘kerusuhan’ cerita.

456 halaman dalam lima hari kerja… iya segitu serunya lah, tapi ini bacaan dewasa, buat kamu yang berpikiran sempit, baiknya tak membaca buku ini … dan buku ini membuat saya ingin kenalan lebih jauh dengan Winston Churchill, tokoh yang paling banyak dikutip dalam cerita.

origin resize

Menolak Saja Tidak Cukup – Naomi Klein. Review #30

Standar

No Is Not Enough merangkum tiga buku Klein sebelumnya, No Logo, Shock Doctrine, This Changes Everything dalam personafikasi Donald Trump. Trump kata Klein adalah superbrand of evil, semua hal yang dia sebutkan di dalam tiga buku sebelumnya ada di dalam Trump, ketika dia terpilih. Trump the superbrand of evil, seorang yang mengatakan ‘Saya KAYA! Saya akan menyelesaikan masalahmu, saya akan memberikanmu pekerjaan.’ Pekerjaan yang selama dalam kampanyenya disebut telah direbut dari warga kulit putih oleh kaum imigran. Trump yang menyebut muslim adalah teroris dan orang meksiko adalah pemerkosa. Trump yang bisa mencomot kemaluan perempuan mana saja, kapan saja dia mau. Trump adalah segala keburukan yang menakutan, xenophobic, rasis, bigot dan lelaki yang suka merendahkan perempuan. Trump, presiden Amerika serikat. Apakah Trump mewakili manusia Amerika? Tidak, bahkan pelantikannya pun tak banyak dihadiri warga Amerika. Protes demi protes terus dilakukan, impeachment disiapkan. Kata Klein, ini Shock bentuk baru, tak harus ditakukan, tapi harus dilawan.

George Orwel di 1984 menuliskan fiksi tapi seolah menjadi manual bagi pemerintah authoritarian dan istilah Big Brothers tepat digunakan di masa digital ketika Amerika, Cina dan mungkin saja Indonesia memantau warganya lewat kegiatan mereka di dunia maya. Maka buku ini NO is Not Enough juga mestinya bisa dijadikan manual apa yang bisa kita lakukan untuk melawan kapitalisme, neo kapitalisme yang terus merusak lingkungan. Apakah demi peningkatan ekonomi sekarang, masa depan anak-anak kita dipertaruhkan? Mestinya pembangunan tak harus mengorbankan lingkungan, keduanya bisa jalan beringinan. Kalau strateginya tepat.

Klein bagian dari mereka yang percaya bahwa pembangunan bisa dilakukan dari tingkat lokal, komunitas, membiarkan masyarakat lokal mandiri justru manfaat bagi dua hal, peningkatan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Mandiri secara energi adalah salah satu kuncian melawan kerusakan lingkungan oleh perusahaan energi fosil yang selama ini menguasai politik dunia. Jerman dan Denmark melakukannya. 30% energi Jerman disuplai dari energi terbarukan yang dikembangkan secara desentralisasi, dan persentasenya terus meningkat. Hampir 80% energi Denmark disuplai dari matahari dan angin. Kerjasama bilateral daripada multilateral menjadi strategi yang lebih baik untuk mengontrol kerusakan.

Perlawanan black lives matter, march for science, occupy dan gerakan feminisme, jangan berhenti. Tetaplah disuarakan, tetaplah menjadi populis, sambil menyiapkan strategi nyata perubahan kebijakan di tingkat pemerintahan. Cape, iyalah, kata Klein. Tapi mereka yang melakukan kerusakan, tidak pernah cape untuk terus merusak atas nama peningkatan ekonomi.

Klein bukan ekonom yang membuncah ruah omongan dengan data statistic yang membuat membacanya merasa bodoh karena tak mengerti angka. Percayalah saya membaca buku yang ditulis Younis Varouskis, bekas Menteri keuangan Yunani yang menolak austerity dan kucuran dana dari Bank Central Eropa, pusing, iya saya bodoh,ga ngerti soal ekonomi, syurkur Younis memberikan alasan paling masuk akal kenapa dia menolak itu. Pilihannya, memberikan kekayaan pada satu persen kapitalis dunia, atau menyelamatkan kedaulatan bangsa dan ekonomi kerakyatan di masa depan, meski jalan ke sana pelan-pelan.

Buku ini bercerita tentang bagaimana kita sampai pada hari ini dan membuat Trump terpilih. Ada andil kita di sana, dengan membiarkan kerusakan terus terjadi, dengan membiarkan segelintir orang menikmati kekayaan dan merugikan orang lain, yang termarjinalkan termasuk alam sekitar.

Klein seorang ibu yang menginginkan anaknya untuk bisa melihat alam yang hijau royo royo, bermain dengan ikan saat menyelam, menikmati terumbu karang. Barangkali mimpi Klein tak sama dengan orang tua kapitalis, entah apa yang mereka tabungkan untuk masa depan anaknya selain warisan dan membesarkan mereka seperti keluarga trump, semua selesai dengan kekayaan. Horanga kayah.

Tapi sebelum kita bergerak melawan kerusakan, pastikan kita mengalahkan Trump dalam diri kita sendiri, kata Klein. Trump adalah kumpulan pribadi jahat yang hadir dalam setiap diri kita. Pernah kita rasis? Pasti pernah. Pernah kita serakah? Iya. Xenophobic? Bigot? Melecehkan perempuan? Iya… kalau kita tak ingin melihat Trump menguasai dunia, kalahkan dia di dalam diri sendri.

Melihat dari gaya penulisannya, Klein penuh emosi di buku ini. Kalau di tiga buku sebelumnya dia mengeluarkan banyak kutipan narasumber, di sini, lebih banyak analisa dia. Tapi seperti Michael Stipe di cover belakang bilang, siapa yang paling tepat mewakili uneg uneg selain Klein yang sudah menuliskan tentang Shock Doctrine, Perubahan Iklim dan kapitalisme lewat logo. Risetnya belasan tahun bukan hal yang sembarangan untuk diabaikan.

Semoga bukunya bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia supaya kita bisa menikmatinya bersama.

Gali Lobang Tutup Lobang, Tikus Mati Terpendam. Review: And The Weak Suffer What They Must by Yanis Varoufakis #29

Standar

Harus ada disclaimer di awal tulisan, bahwa saya bukan ekonom, pengamat ekonom, atau jurnalis deks ekonomi. Dulu ketika masih jadi jurnalis, siksaan terberat buat saya adalah ketika waktunya ditaruh di isu ekonomi. Saya pasti telpon coordinator liputan, misu-misu minta dipindah. I have no clue of economic issue. Jadi review ini berdasarkan kedekatan saya dengan buku dan dari pandangan saya sebagai orang awam, eh, paling ga ini ditulis dari sisi politik ekonomi. That’s it…

Sejak kuliah di London, mulailah terasa, bahwa keindahan eropa yang terlihat dari rumah saya di Indonesia, itu seperti ‘palsu’. Mereka sama ‘susah’ nya dengan kita di sini. Hanya saja nilai mata uang mereka lebih tinggi dari kita, jadi dengan 1euro atau 1 poundsterling, bisa beli bakwan sama gerobaknya. Di eropa, pemangkasan anggaran untuk kepentingan umum itu nyata, harga rumah melambung, kebutuhan sehari-hari tinggi, dana pension, pendidkan dan kesehatan dipangkas, lapangan pekerjaan berkurang karena pabrik-pabrik ditutup dan dialihkan ke cina karena biaya produksi rendah.

Di bangku kuliah, kebetulan Goldsmiths UoL berhaluan kiri, seringkali diwanti kalau Inggris dan Eropa berada dalam krisis ekonomi. Tinggal pengumuman, pengakuan resmi saja untuk bilang ‘ ya kita sedang krisis’. Hampir dalam banyak diskusi, kesimpulannya adalah sistem bank sentral yang salah. Mengandalkan perbankan dalam pembangunan ekonomi seperti sebuah boomerang yang sedang balik menyerang.

Yanis Varoufakis menjadi orang yang paling sering disebut-sebut sebagai tokoh perlawanan terhadap sistem bank sentral dan uni eropa. Saat menjabat sebagai Menteri Keuangan Yunani 2015, selama lima bulan dia bernegosiasi dengan Uni Eropa untuk penghapusan utang Yunani supaya negara itu bisa memulai dari awal untuk memperbaiki ekonominya. Di buku berjudul ‘And The Weak Suffer What They Must?’, dia menceritakan perjalanan karirnya sebagai ekonom yang kemudian ditunjuk sebagai Menteri Keuangan, seperti kudu membuktikan apa yang selama ini dia ajarkan di kelar. Membantu negaranya keluar dari krisis ekonomi. Buku ini bercerita tentang sejarah dimulai dari perang dunia pertama dan kedua, dimana Amerika bersedia untuk menghapus hutang Jerman dan Inggris demi misi dolarisasi di eropa. Atas inisiatif Jerman dan Perancis, ide tahun 1950-an 1960an untuk menyatuhkan eropa dengan menghadang dolarisasi kemudian terwujud. Jadinya eurosisasi di daratan eropa barat. Negara lemah seperti Italia, Spanyol, Irlandia, Islandia, dan Yunani, dibuat bergantung pada uni eropa untuk suntikan dana / hutang untuk mendongkrak ekonomi mereka. Kalau salah satu dari negara lemah ini terpuruk, hutang baru disuntikan banyak-banyak, tapi dengan syarat yang cukup berat, austerity, memotong pengeluaran negara untuk kepentingan public, seperti Pendidikan dan kesehatan, karena dianggap membenani anggaran nasional negara itu. Yanis, menolak! Hasil lima bulan bernegosiasi dengan Eurogroup, adalah penolakannya untuk memangkas dana pension, kesehatan dan Pendidikan di negaranya, Yunani.

246 halaman buat saya yang tidak tertarik membahas ekonomi tentu menjadi sangat berat. Buku ini sempat diselingi 2 buku fiksi sebanyak 1200 halaman in total. Kening berkerut karena saya harus bisa memahami konteksnya. Tapi kalau saya memutar angle pemahaman dengan melihatnya dari sisi politik, buku ini jadi sangat menarik.

Apa yang membuat Eropa mau bergabung dalam Uni Eropa? Setiap negara punya kedaulatan sendiri, punya sejarahnya sendiri, dan kepentingan kelompok. Kenapa mereka mau menyerahkan kedaulatan itu untuk kepentingan ekonomi ‘bersama’? Setiap negara ‘harus’ menyerahkan RAPBN negaranya kepada parlemen uni eropa di Brussel untuk direview, yang somehow, mereka punya hak untuk mengintervensi kebijakan ekonomi nasional anggotanya.

Di halaman 201, Younis menuliskan hal yang membuat saya gemetar.

‘However, a united Europe based on free trade, free capital movements, common labour laws and a single currency is unfortunately as compatible with a Nazi agenda as it is with a progressive, humanist, internationalist one.’

Uni Eropa adalah cita-cita yang pernah dipunya Nazi, hanya dalam bentuk yang lebih baik. Buku ini juga menjelaskan dampak negative dari persatuan eropa yang memunculkan sikap ultra nasionalis, neo-nazi dan rasisme. Ketakutan kaum ‘pribumi’ akan ancaman kaum imigran yang merebut hak mereka atas ekonomi. Satu persatu yang Varoufakis ceritakan dalam buku ini menjadi kebetulan yang nyata… ‘history repeat itself’ katanya.

Jika diteruskan ada tiga hal yang akan terjadi:

  1. Tidak ada bangsa eropa yang bebas selama demokrasi negara lain dilanggar
  2. Tidak ada negara eropa yang berdaulat selama negara lain menyangkal kedaulatan itu
  3. Tidak ada negara eropa yang bisa berharap untuk maju dan sejahtera jika yang lain terus mendesak yang lemah pada situasi depresi.

Varoufakis mengusulkan untuk pembubaran Uni Eropa, karena apa pun yang terjadi di benua ini bakal berpengaruh pada perekonomian Amerika dan dunia, mengganggu stabilitas ekonomi di Jepang dan Cina. Pertaruhannya terlalu besar jika diteruskan.

‘I think we can pull it off. But Not without a break from Europe’s past and a large democratic stimulus that the fathers of the European Union might have disapproved of.’

Aih leganya bisa menyelesaikan buku yang satu ini 😛

yanis varoufakis

Selalu Sukab, Perempuan Berbibir Merah, Basah dan Setengah Terbuka, Senja dan Cinta Dalam Cerita SGA #28

Standar

Tidak biasanya saya mereview buku berbahasa Indonesia, apalagi fiksi, da aku mah apa atuh. Kamu bisa baca sendiri karena berbahasa Indonesia dan fiksi itu subjektif sifatnya. Tapi ini Seno Gumira Adjidarma, Seno kawan, Seno! Saya tidak menulis ini untuk kamu, tapi lebih untuk diri sendiri supaya tak lupa, kenapa sampai hari ini saya tetap jatuh cintanya dengan cerita-cerita Mas SGA.

Mampir sejenak Sabtu lalu sebelum nonton Thor: Ragnarok, ke toko Gramedia. Pertimbangan saya itu buanyak kalau soal buku, tidak sembarang buku saya beli. Saya ini setia, hanya pada pengarang yang duluan saya cinta atau atas rekomendasi orang terpercaya, baru saya akan beli bukunya. Seno Gumira Adjidarma, tidak pernah gagal menangkap mata, hati dan dompet saya. Begitu melihat Antologi Cerpen SGA, langsung saya beli, ga pake berpikir dua kali. Apalagi itu Antologi Cerpen hampir setua saya usianya. Bayangkan, bersamaan dengan ibu ngebrojolin saya, Mas Seno sudah mencetak karyanya di Kompas, di usianya yang 20an. Lalu saya besar bersama karya-karyanya. Jadi secara tidak langsung, Mas Seno seperti ayah buat saya.

Jatuh cinta pertama saya dimulai di kumpulan cerpen bertajuk Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta. Kang Dion, bekas bos saya di MStri, tahun 2000an, yang menyodorkan buku itu ke saya. Kamu akan menyukai buku ini, katanya. Lah iya, segampang itu saya jatuh cinta pada cerita Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta. Barangkali karena cerita itu persis seperti yang saya alami, ketika itu. Menanti jawaban kekasih di ujung gagang telepon umum, berkoin-koin habis untuk mendapatkan kepastian. Anak-anak zaman sekarang tidak merasakan sensasi menanti cinta di kotak telepon umum. Setelah membaca cerpen itu, kenangan cinta-cintaan zaman SMP, SMA sepotong-sepotong hadir. Saya ingat, sering senyum-senyum sendiri saban kali melihat kotak telepon umum yang sekarang tidak ada lagi. Di London, kotak telepon umum itu sudah jadi mesin ATM atau toilet umum gelandangan.

Sepotong Senja Untuk Pacarku. Cinta itu bisa bikin orang egois, mencuri senja untuk kekasih hati tanpa peduli pada orang lain yang juga membutuhkannya. Memanipulasi senja agar orang lain tak kehilangan, dan kekasih tetap dapat.

Hujan, Senja dan Cinta itu nyesek. Saya percaya bahwa saya adalah perempuan yang selalu diikuti hujan. Kemana pun, dimana pun. Barangkali seperti dalam cerita SGA, ada lelaki yang tahu bahwa saya pecinta hujan, maka dia mengirimkan hujan tak henti kemana pun saya pergi. Saya juga pecinta Senja, yang mungkin disediakannya untuk saya saking cintanya dia pada saya. Cinta… SGA benar, cinta harus dirayakan meski menyisakan luka. Tapi hanya mereka yang pernah merasakan luka karena cinta yang bisa merayakan luka dan cinta.

Sukab, lelaki yang selalu muncul dalam cerita SGA. Sukab yang suka selingkuh dalam cerita Sukab dan Sepatu, Sukab tukang bangunan yang istrinya, Asih, diperkosa ramai-ramai, dalam cerita Tragedi Asih Istrinya Sukab. Dan semua perempuan dalam cerita SGA, selalu muncul berbibir merah, basah dan setengah terbuka.

SGA licin bercerita tentang korupsi, pembunuhan misterius terhadap mereka yang bertato yang sial menyandang stigma sebagai penjahat, tentang penculikan aktivis, sampai pembunuhan Munir. Membaca SGA, membaca sikap politiknya dan saya senang berada di tempat yang sama dengannya.

819 halaman ini selesai dalam 3 hari, yap, sebegitu licin semuanya mengalir.

SGA