Saya itu pemalas kalau dihadapkan dengan urusan perbankan. Kalau bukan karena seseorang di kantor lama merekomendasikan saya untuk dapat kartu kredit BNI, barangkali sampai hari ini saya terbebas dari jeratan kartu kredit. Tapi Bank itu senang sekali menambah plafon kredit saya, itu artinya mereka percaya pada kemampuan saya mengembalikan hutang.
Tapi itu dulu waktu saya berstatus Station Manager sebuah radio di Jakarta.
Hari ini, sedihnya minta ampun, saya merasa diremehkan dan dihinadina oleh petugas Bank BTN Cibinong bagian pelayanan kredit. Seperti saya ceritakan di atas, saya ini pemalas kalau urusannya sama Bank. Sejak punya KPR BTN lima tahun lalu, saya tidak pernah print buku tabungan, apalagi ganti ATM yang besok November akan hangus. Saya hanya rajin mentransfer uang untuk bayar cicilan rumah dari BNI ke BTN, sudah itu saja. Saya bahkan lupa di cabang mana itu rekening BTN dibuka dulu, waaah parah ya. Saya cuma tahu itu cabang BTN Cibinong Citeureup di Jl. Mayor Oking yang ternyata panjaaang banget kayak Jl. Panjang dan ada dua BTN sepanjang jalan ini.
Saya tiba di BTN Cabang Cibinong setelah melalui perjalanan panjang, maklum ga tahu jalan. Naik kereta turun di Bojong Gede, lanjut angkot 05, lalu 35 yang ternyata ga lewat Jl. Mayor Oking. Supirnya purapura ga ngerti dimana letak Mayor Oking padahal sebelumnya dia mengaku tahu… ih ntar bego beneran loh pak. Naik ojek ternyata dekat, tapi lagi-lagi karena saya orang baru di daerah antah berantah itu, kenalah diketok 20 ribu, yo wis ga papa.
Setelah urusan mengganti buku tabungan baru, saya diarahkan ke lantai dua BTN Cabang Cibinong. Si bapak memang terlihat sibuk, tapi itu urusan dia dong. Saya ini nasabah sudah lima tahun. Dia mempersilakan duduk dan bertanya keperluan saya datang, begini percakapan kami
Saya : saya mau mengajukan top up kredit pak.
Bapak (yang saya ga tahu namanya): slip gaji dan persyaratan lain sudah disiapkan?
Saya : kalau freelance gimana pak?
Dia tidak menjawab… lalu bertanya yang lain.
Bapak: sekarang ibu tinggal dimana?
Saya : alamat ktp dan tinggal beda sih pak?
Bapak : yang saya tanya, ibu tinggal dimana?
Mulai bête….
Saya : cinere
Bapak : rumah kpr nya dimana?
Saya : di Sentul, Babakan Madang
Bapak : ibu ke cabang Citeureup aja, mereka mungkin ga overload seperti kami di sini.
Si bapak bicara tanpa menatap saya dan memasang muka bête. Saya merasa diusir tidak hormat.
Saya merasa sedih sekali, harusnya dia memperlakukan saya lebih baik karena saya ini nasabah. Dia digaji dari bunga yang saya bayarkan saban bulan dari cicilan rumah itu. Saya yang menggaji anda, ngehe!
Yap, saya akhirnya ke Citeureup, ke Bank saya buka rekening awal. Penerimaan lebih baik memang, tapi tetep sedih begitu tahu betapa bekerja sebagai freelance tidak ada harganya di depan Bank, betapa freelance dianggap tak cukup mapan untuk mengembalikan hutang. Begitu juga yang bekerja dengan NGO. Kata ai, mestinya jangan sebut freelance, tapi sebut aja, penulis, pemain sinetron, artis, seniman atau apalah… freelance itu seperti tidak ada harganya… sial!
Begitu saya tanya berapa sih sisa cicilan saya di BTN, ternyata tinggal 44 juta lagi, rasanya….. aah pengen sekali melunasinya dan putus hubungan dengan BTN sama sekali!
Nasib ya nasib….