Novel berjudul The Prague Cemetery aka Kuburan Praha ini karya Umberto Eco kedua yang saya baca, 610 halaman dan selesai satu minggu. Karyanya yang pertama saya baca, The Name of the Rose, sampai sekarang berkesan buat saya. Yang paling nyangkut adalah cerita tentang bagaimana tujuh biarawan yang diminta menyalin Injil Perjanjian Baru itu dibunuh satu persatu hanya karena mereka memperdebatkan sifat manusiawi dari Yesus Kritus, apakah Yesus tertawa?
Dalam novel Kuburan Praha ini, kembali lagi Eco menggelitik saya karena ceritanya juga diawali dengan hal sederhana. Tentang seorang bernama Simonini dan mendapat gelar Kapten karena bergabung di pasukan Gibraldi di Silisia pada suatu waktu. Sebenarnya dia cuma seorang pemalsu dokumen penting seperti surat wasiat, profesi yang juga tidak sengaja dia dapatkan.

Simonini dibesarkan oleh cerita buruk sang kakek tentang bangsa Yahudi, kebencian tidak masuk akal yang mendorong si kakek memfitnah bangsa Yahudi dalam suratnya kepada Paus. Tanpa pernah bertemu dan bicara langsung dengan orang Yahudi, Simonini memelihara kebencian yang sama. Kebencian yang menghangatkan hatinya.
Setelah kakeknya meninggal, Simonini gagal mendapatkan warisan karena notaris keluarga telah memalsukan semua surat wasiat kakeknya. Harta warisan itu jatuh ke tangan notaries yang kemudian setelah Simonini lulus dari studi hukumnya, dia bekerja untuk orang ini demi membalas dendam. Tapi di situlah dia belajar bagaimana memalsukan dokumen penting.
Cerita bergulir kemudian dengan ketertarikan badan intelejen Italia mempekerjakan Simonini sebagai agen rahasia. Simonini lalu pergi ke kedai-kedai minuman, mendengarkan orang bicara dan merangkumnya dalam sebuah laporan sebagai Dokumen Rahasia. Cerita berkembang tentang Freemason, Masonik, Jesuit dan Yahudi. Tentang gerakan anti gereja yang memuluskan Perancis menjadi republic dalam revolusi Perancis, tentang kepausan yang terancam oleh kelompok ini.
Pada perjalanannya Simonini tak cuma bekerja untuk intelejen Italia, tapi juga Perancis, Jerman dan Rusia dengan kepentingan berbeda. Tapi pada akhirnya mengarah pada hal yang sama Yahudi! Di sini Simonini dengan kebencian yang terpelihara sejak kecil memulai mewujudkannya dalam dokumen berjudul “The Prague Cemetery” Kuburan Praha yang hanya dia temui dalam sebuah ilustrasi, lalu dia mengarang bebas tentang pertemuan para rabi Yahudi di kuburan tersebut yang merencanakan bagaimana menguasai dunia.
Simonini berkepribadian ganda dengan tokoh Dalla Piccola, mereka berganti peran dari satu waktu ke waktu. Novel ini diisi dengan catatan harian bergantian antara Simonini dan Dalla Piccola, mereka saling mencocokan kejadian dan kadang disertai perdebatan. Ternyata ini adalah bagian dari terapi yang dilakukan Simonini untuk bisa mengingat dan mengerti tentang kepribadian ganda yang dialaminya.
Tapi baik Simonini maupun Dalla Piccola, keduanya pecinta makanan enak. Pekerjaan yang menghasilkan kekayaan buat mereka ini, dinikmati dalam semangkuk makanan lezat. Dua tokoh ini menjabarkan resep makanan yang mungkin saja bisa dipraktekan secara nyata. Menurut keduanya, orgasme karena kelezatan makanan jauh lebih nikmat dari percintaan, yang sebenarnya tak pernah keduanya rasakan sampai di akhir cerita.
Simonini yang kelihatannya lemah ini, bisa membunuh empat orang dan mayatnya dibuang di gorong-gorong di bawah apartemennya.
Alur maju mundur bikin pusing sebenarnya, begitu juga dengan banyak penokohan. Tapi latar belakang sejarah perdebatan soal kelompok dalam Katolik dan anti gereja sampai antisemit, revolusi perancis, lalu perubahan lokasi cerita dari Turin, Sisilia dan Paris yang kaya justru membuat novel ini seru dan sulit untuk berhenti membacanya.
Umberto Eco yang berlatar belakang filusuf abad pertengahan ini bisa menyampaikan kelucuan gelap dalam novelnya. Tentang orangorang yang mengaku paling beragama tapi gampang sekali tersulut kebencian kepada agama lain dan terpancing amarah yang sedemikian besar saban kali keagamaannya disentil.
Di novel ini, Eco juga membeberkan stereotype antar bangsa, Italia, Jerman, Perancis dan Yahudi dengan gamblang saja, buat saya itu menarik. Sementara di Indonesia, stereotype antar suku meski sudah jadi rahasia umum dan ada dalam percakapan seharihari, kita masih takut menyampaikannya dalam bentuk yang dapat terdokumentasi.
Dan saban kali saya membaca novel terjemahan, salut teramat dalam saya haturkan untuk penerjemah. Dia lah yang paling berjasa menyampaikan cerita ini sehingga menjadi menarik dalam versi bahasa Indonesia.
Selamat membaca, I hope I am not spoiling too much.