Monthly Archives: Juli 2019

Kenali, Akrabi dan Selamatkan Payudaramu. Review Breasts karya Florence Williams

Standar
Kenali, Akrabi dan Selamatkan Payudaramu. Review Breasts karya Florence Williams

Membaca buku ini seperti dibongkar semua cerita hidup saya, riwayat kesehatan, sejarah keluarga dan kemungkinan yang akan terjadi pada dua ponakan perempuan. Mereka tidak mendapatkan genetic saya secara langsung, tetapi apa yang sudah kami perbuat pada mereka sejak kecil, bagaimana saya dan ibunya makan dan lingkungan di sekitar mereka, sangat berpengaruh pada kesehatan mereka, terutama payudara dan rahimnya kelak. Untuk itu, saya secara pribadi meminta maaf ya kakak Zi dan Septi.

Perempuan itu lemah, dan ini bukan tentang peran sosial tapi secara biologis. Payudara adalah sebuah ekosistem, dia bukan benda statis yang hanya mengembang saat digunakan untuk menyusui seperti pada keluarga terdekat kita, orang utan. Payudara manusia sangat unik, dia akan mengembang sesuai sejak usia pubertas, lalu saat masa aktif seksual, dan saat menyusui. Apa yang terkandung di dalam payudara saat tidak menyusui adalah lemak dan protein, dan saat menyusui, lebih kaya lagi dengan vitamin, mineral dan juga imun yang melindungi bayi dan ibu dari berbagai jenis penyakit. Tetapi apa kabar ibu yang hidupnya tidak sehat dan tinggal di lingkungan yang tidak sehat? Berbagai penyakit, virus, dan bakteri, disampaikan ibu lewat air susunya dan hidup di tubuh anak, sampai tiga generasi berikutnya.

Ibu dan tante saya, keduanya punya teroid, adiknya nenek saya meninggal karena kanker Rahim. Tapi keturunan bukan satu-satunya factor penyebab tumor payudara yang pernah saya alami di 2008. Penyebab kanker menurut buku Breasts yang ditulis Florence ini menggambarkan berbagai factor yang kompleks penyebab tumor dan kanker payudara, dan Rahim. Kedua bagian tubuh perempuan ini saling mengait dalam dua hormone pengikatnya estrogen dan progesterone, mengendalikan yang satu akan berakibat pada yang lain. Factor-faktor penyebabnya antara lain, riwayat pubertas – menstruasi pada anak-anak sekarang terjadi lebih cepat. Anak yang lahi di bawah tahun 60-an, ada di usia 15-18 tahun, tetapi makin kesini makin cepat. Saya menstruasi di usia 12 tahun, kakak Zi, di usia 10 tahun lalu belum lagi lancar. Makin cepat menstruasi, semakin membuka peluang risiko kanker payudara di usia sebelum empat puluh. Anak-anak lebih cepat menstruasi tanpa dibarengi perkembangan otak yang baru akan dewasa setelah usia 20 tahun. Saya lalu merasa sedih pada mereka yang dikawinkan di usia muda, karena otak dan badan tak sejalan pendewasaannya.

Tapi penyebab menstruasi dini itu juga kesalahan orang tua yang memberikan diet buruk pada anak-anak mereka, berbagai jenis bahan kimia penyebab kanker yang ada di sekitar kita seperti pada semua kemasan plastic, perlengkapan perawatan tubuh, cat pada dinding, sampai pada air yang kita minum. Apakah kita yakin pipa PVC yang mengalirkan air ke rumah tidak tercemar kimia dari plastic? DDT, Triclosan dan BPA, baru tiga nama dari sekian jenis bahan kimiawi yang disebut dalam buku ini. Makan dari kambing yang dipelihara tetangga misalnya bisa jadi lebih sehat ketimbang ikan laut yang telah menyimpan berbagai jenis polutan berbahaya di tubuh mereka lalu berpindah ke perut kita.

Florence Williams bilang, kita tidak bisa menyelamatan payudara tanpa memerhatikan dan merawatnya. Kapan terakhir memandangi payudara di kaca? Apakah masih normal seperti pertama kali melihatnya? Bentuk payudara tidak pernah seimbang kiri dan kanan tapi kita harusnya paham jika ada yang tidak beres. Kapan terakhir memeriksa sendiri payudara anda? Saya menemukan benjolan dengan meraba sendiri payudara, dan ternyata itu tumor. Saya melakukan hal yang benar dengan Sedari, mengecek payudara sendiri dan menemukannya lebih awal. Dua kawan saya menderita kanker payudara pada stadium yang sudah parah sehingga harus melewati kemoterapi dan radiasi. Lantas apakah saya aman? Belum tentu. Selama saya masih makan, menggunakan deodorant dan sampo, saya harus rutin memeriksakan diri.

Florence Williams  memaparkan sejumlah hasil riset tentang payudara, yang sampai hari ini terus dilakukan karena begitu komplek isu yang dibawanya. Tetapi yang dia paparkan dalam tulisannya yang lucu, menohok pribadi ini sangat penting untuk dibaca perempuan dan laki-laki. Kita punya peran yang sama untuk menjaga payudara dan Rahim perempuan agar tetap sehat karena di situlah bergantung kehidupan manusia sekarang dan masa depan.

Iklan

The Invisible Me

Standar
The Invisible Me

God loves me that She plays with me all the time,

Throw me down because She knew I would climb and stand up many times,

God loves me that She puts me in trouble,

Because She knew I would pass and become a hero on my own.

 

But dear God,

What if I stop climbing?

Are you going to stop loving me?

What if I stop saving myself?

Are you start hating me?

 

I am on my way to make myself invisible to the world,

Because being visible is hurting me badly,

I know how much You want to play with me,

But I just want to stop and rest myself.

 

I am making myself invisible,

Because being visible will only make me look worse than I am already am.

 

I am shouting myself down,

Because shouting out will only hurt others that I love, although they might not love me back.

 

I am invisible, please let me be!

Panggilan Kematian

Standar

Adzan Isya baru selesai berkumandang, dan menjelang Qomat, pengurus masjid mengumumkan “telah berpulang kehadirat Allah SWT, Bapak Rahmat yang beralamat di Jalan Dukuh No.5, RT 02 RW 03..”

Anto menghembuskan napas panjang. Satu hari ini sudah tiga pengumuman kematian yang disampaikan dari masjid yang sama. Para tukang gali kubur dan pemandi jenazah panen honor, begitu juga dengan rombongan pengajian laki-laki dan perempuan. Jika keluarga mampu, dua kelompok dihadirkan lepas shalat ashar untuk perempuan dan kelompok laki-laki di malam hari, kadang selama tiga hari berturut-turut, kadang tujuh hari. Tukang masak juga ketiban sedikit rezeki hari ini hingga tujuh hari mendatang.

Anto menghembuskan napas panjang kedua kalinya, apakah keluarganya akan mampu memberi makan para pengaji yang datang, apalagi untuk membekali mereka? Berapa yang akan datang dan berapa di antara yang datang melatunkan doa dengan ikhlas dan bukan berharap berekat? Apakah keluarganya cukup punya uang untuk biaya pemandian, gali kubur, sewa keranda, tenda dan lubang kubur yang katanya bisa seharga lima juta satu paket itu? Apakah sanggup keluarganya membayar iuran sekitar dua ratus ribu rupiah agar kuburnya nanti tetap bersih dan memastikan tidak dipakai orang lain.

Jakarta kian sempit, jika tak membayar rutin, kavling bisa saja dipakai orang. Dia akan mati, dan menjadi tulang belulang, tak ada lagi kesempatan untuk memrotes karena ditiban jenazah baru. Tapi apakah keluarganya rela kehilangan tanda dimana dia dikubur? Atau apakah mereka akan berkunjung rutin di hari raya dan berkirim doa?

Anto memejamkan mata menahan sakit di dada, di kepala, di kakinya, dan di seluruh tubuh. Dia sangat yakin Tuhan sedang menghukumnya dengan memberikan sakit tak berkesudahan. Sudah sembilan tahun stroke menghajar tubuh bagian kiri lalu pindah ke kanan, ditambah diabetes yang membatasinya makan manis, kesukaannya. Semua jenis gula tebu diganti Si Minah atas perintah Aditya anak satu-satunya dengan pemanis buatan yang tak karuan rasanya itu. Anto merasa hidup hanya membuat orang lain susah. Dian isterinya terlalu lelah merawat Anto hingga lupa kesehatannya sendiri, jantung merenggut nyawanya saat shalat subuh. Sekarang tinggal Adit, anak satu-satunya yang sibuk mencari nafkah untuk pengobatan dan perawatan Anto, membayar semua tagihan listrik, dan air juga gaji Minah.

Dia titipkan iri kepada tiga tetangganya yang mati berbarengan hari ini. Sulis, Rahmat dan Tito adalah teman mainnya sejak kecil di kampung yang berubah menjadi komplek perumahan itu. Mereka masih di sana, menghabiskan masa tua di komplek yang kini hanya diisi para pensiunan. Rapat RT lebih mirip ajang curhat para orang tua yang kehilangan penglihatan, pendengaran, yang diabetes, darah tinggi sampai kanker. Ajang rapat RT menjadi pertemuan saling berbagi resep sehat sampai nama rekomendasi dukun ampuh yang mengobati segala macam penyakit dari vertigo sampai sipilis.

“Kamu jangan terlalu khawatir dengan dunia To. Matimu susah nanti,”Sulis menepuk pundaknya semalam saat rapat RT berlangsung. “Kita ini sudah tinggal waktunya menunggu panggilan untuk mati. Sudah selesai tugas di dunia. Biarlah anak-anak mandiri. Percayakan masa depan mereka pada mereka sendiri, bukan kita lagi.”

Siapa sangka Sulis meninggalkannya pagi tadi, serangan jantung. Tiga ring di jantungnya tak mampu menghalau malaikat maut. Disusul Tito yang sudah dua minggu koma di rumah sakit, lalu malam ini, Rahmat, dia jatuh di kamar mandi pagi tadi saat mendengar pengumuman dari masjid tentang kematian Sulis. Hanya hitungan jam, Rahmat menyusul sahabatnya ke alam kubur.

“Dit,” Anto menyapa anaknya lewat telpon

“Iya Pak. Bapak kenapa? Bapak menangis?” Adit mulai mengkhawatirkan Anto

“Besok kamu pulang?”

“Insya Allah pak. Adit pulang bawa kejutan nanti.”

“Apa Dit, sekarang saja, mumpung bapak masih ada waktu.”

“Bapak masih punya banyak waktu e. Jangan bikin Adit khawatir ah.”

“Maafkan bapak ya Dit, selalu membuatmu khawatir.”

“Bapak iki, ada apa?”

“Nda apa-apa. Besok kamu pulang jangan lupa ke makam om Sulis, om Tito dan om Rahmat.”

Belum sempat Adit bertanya ada apa dengan mereka, telpon mati, dia tak bisa menghubungi bapaknya lagi. Perasaan Adit tak keruan. Malam itu juga dia cari tiket kereta untuk kembali ke Jakarta.

Anto tersenyum bahagia, air matanya seketika mengering. Sulis, Rahmat dan Tito sudah menunggunya di pagar rumah.

Kehilangan Ingatan Sekarang, Menemukan Kenangan Masa Lalu. Review The Mysterious Flame of Queen Loana – Umberto Eco

Standar
Kehilangan Ingatan Sekarang, Menemukan Kenangan Masa Lalu. Review The Mysterious Flame of Queen Loana – Umberto Eco

Suatu hari Yambo terbangun dan kehilangan semua ingatannya, termasuk isterinya Paola yang telah menemaninya selama empat decade. Yambo terbangun di usia 60 tahun dan merasa seperti bayi yang baru lahir, semuanya terlihat baru. Paola yang seorang psikolog merelakan suaminya pergi ke rumah masa kecilnya untuk menemukan kembali dirinya. Petualangan Yambo dimulai di sana.

Hal kecil yang tersangkut pada kenangan di otaknya akan menggetarkan tubuhnya, “a mysterious flame” dia memberinya istilah. Di rumah masa kecilnya di Solara, Yambo menemukan kembali kenangan masa kecilnya. Yambo yang menghabiskan waktunya dari buku ke buku, dia nyaris hapal semua buku yang pernah dibacanya. Tentang kakeknya yang anti fasis di masa Musolini, dan bagaimana kakeknya pernah dipaksa meminum minyak lalu pada kesempatan lain dia berhasil membalas dendamnya. Tentang ibu dan bapak, serta adiknya Ada.

Waktu berlalu, Yambo tak sekedar menemukan jati dirinya yang kutu buku, lebih dari itu. Dia pernah menjadi “pembunuh” dua orang Jerman saat perang dunia pertama terjadi. Masa-masa menentang fasisme Musolini. Yambo berkawan dengan Granola yang kemudian mati dengan leher tergorok, dan mempertanyakan Tuhan itu siapa? Apakah Tuhan dan Setan sebenarnya satu zat? Apa itu kebebasan kalau pada akhirnya manusia dibatasi pada perbuatan dosa dan pahala?

Hidup Yambo seakan tertulis sebagaimana buku-buku yang dibacanya. Perjalanan Yambo sebagai anak laki-laki yang mempelajari sendiri seksualitas lewat buku-buku dewasa yang dia beli diam-diam atau dia curi dari toko buku kakeknya. Dan perjalanan cinta Yambo kepada Lila yang mengukung hidupnya. Sepanjang dia hidup dan bercinta, yang dia cari adalah Lila, gadis 18 tahun yang membuatnya jatuh cinta dan rela menunggu seumur hidup. Yang membuat Yambo limbung lalu pingsan hingga kehilangan ingatan adalah ketika Giani sahabatnya bercerita bahwa perempuan yang dia cari seumur hidup itu telah meninggal.

Jalan cerita ini lamban dan melompat-lompat, kadang terjebak di satu cerita yang saya lupa sambungannya dimana. Buku ini kaya cerita tentang literature tahun 1930-an hingga 1990an lengkap dengan ilustrasinya, tentang buku anak-anak. Tentang masa pubertas anak laki-laki, tentang seksualitas dari kacamata anak laki-laki. Tentang filsafat hidup.

449 halaman, buatmu yang mencintai petualangan dan roman, buku ini menarik untuk dibaca. Deep and funny.

Menikah Bukan Cita-cita

Standar
Menikah Bukan Cita-cita

Dalam beberapa kesempatan bertemu anak muda, setiap kali kami tanyakan cita-cita, mereka menjawab, menikah! Sebagai fasilitator, saya tidak berhak bilang, itu salah dan benar. Hanya bilang bilang, “selain itu? Mosok ga kepengen sekolah lagi, punya ina inu.” Ada mba, punya anak… haiya… tepok jidat.

Di luar kegiatan, baru saya bisa bilang, menikah bukanlah bagian dari cita-cita. Kenapa? Karena menikah adalah bagian dari hidup itu sendiri, seperti juga sakit dan mati. Adakah orang yang bercita-cita mati? Ada, tapi itu di luar nalar dan kebiasaan. Kamu bisa menargetkan akan menikah di usia kurang dari 30 tahun, tapi itu bukan sekali lagi cita-cita karena jodoh cuma tuhan yang tahu, itu kan kita sudah sepakat, kalau beragama. Tidak menikah juga bukan cita-cita, tapi keinginan dan keputusan. Tidak ada yang salah dengan menikah atau tidak menikah. Ada saatnya, keputusan bisa berubah. Saya menikah di usia 39, apakah menikah jadi cita-cita? Ga lah, ada selusin lebih cita-cita yang mau saya wujudkan, ternyata di tengah jalan bertemu jodohnya, menikah deh. Ada kawan menikah saat telah pensiun, ada kawan yang menikah setelah lulus sma. Silakan saja, tapi cita-citamu tak selesai di sebuah pernikahan.

Saya jadi ingat pesan almarhum pak Sutopo atau Pak Topo, jubir BNPB, “bukan soal berapa lama kita hidup, tapi berapa besar yang bisa kita perbuat untuk orang banyak.” Nah coba camkan itu baik-baik. Apakah hidupmu selesai dengan menggantungkan cita-cita menikah? Apakah menikah bisa membantu orang banyak? Kata mereka yang percaya poligami iya, tapi berapa banyak mereka yang poligami menikahi nenek-nenek dan janda-janda tua? Bohonglah itu.

Saat menikah, cita-citamu bisa sangat mungkin bergeser. Dulu kamu sangat idealis, ingin berbuat ina inu, berbuat lebih untuk membantu orang banyak. Tapi begitu menikah, tuntutan hidupmu pun berubah dan harusnya memang begitu, mendahulukan kesejahteraan keluarga menjadi yang utama. Lingkaran orang-orang idealis yang besar, kian hari kian sempit, anak-anak muda yang idealis kian hari hanya berpikir untuk menikah, punya anak, dan lalu…

Kecuali, kamu punya pasangan yang mendukung idealismu, itu berarti kamu beruntung karena ada dua kepala, dua tenaga untuk berbuat kebaikan. Ada tim untuk bisa berbuat banyak, mewujudkan cita-citamu, pasangan yang tidak membuatmu mundur tapi justru mendukung cita-citamu untuk maju. Dan mencari pasangan yang tepat ini jauh lebih susah daripada mewujudkan cita-citamu untuk orang banyak. Kamu akan melewati berkali-kali patah hati, jatuh bangun seperti lagu dangdut, karena itulah do not waste your time to find the right one, habis hidupmu Cuma untuk mencari cinta. Mending ya, berbuat kebaikan, wujudkan cita-citamu, membantu orang lain yang banyak, when you spread LOVE, you’ll find love. Itulah kenapa menikah bukan cita-cita, jadikan menikah bagian dari perjalanan hidup.

Perempuan Di Balik Jeruji, Siapa Peduli?

Standar
Perempuan Di Balik Jeruji, Siapa Peduli?

Suatu hari saya berkesempatan menghadiri sebuah pertemuan internasional bicara tentang investasi terhadap perempuan. Bahwa perempuan harus diberikan akses penguasaan asset dan permodalan agar mandiri, untuk itu kita harus bantu dan dengan kemajuan teknologi akan mudah diakses oleh mereka bla blab la… yang sangat bagus menurut saya, tentu saja setuju. Tapi ketika bicara tentang perempuan mana yang dimaksud, tentu saja lain cerita.

Perempuan yang bisa mengakses teknologi permodalan adalah perempuan yang sudah dipapari oleh kemajuan teknologi, minimal punya kemampuan menguasai telepon pintar. Dan itu tidak termasuk Nai yang tidak bisa membaca dan menulis, atau Herlina deh yang lebih muda tapi tak lancar membaca. Telepon genggam buat mereka adalah untuk telepon, dan foto-foto. Untuk dapat sinyal saja, lokasi yang 8 jam dari ibu kota kabupaten Berau, Tanjung Redep itu seperti gelombang laut, datang dan pergi sesuka hati. Dua hari lalu Herlina telpon tapi tak sempat saya angkat, hingga hari ini, telponnya tak bisa saya hubungi balik, sinyal sedang hilang di Teluk Sumbang.

Perempuan yang bisa mengakses teknologi permodalan adalah perempuan yang sudah terpapar teknologi DAN bebas mengaksesnya. Itu tidak termasuk para perempuan di balik jeruji yang hampir satu tahun ini berkawan dengan saya lewat kelas Perempuan Menulis. Telepon pintar termasuk barang haram di dalam penjara, kalau ketahuan! Tetapi siapa yang mau menanam modal pada perempuan dengan status narapidana? Tanya saya di depan forum. Tak ada yang menjawab.

Perempuan adalah perempuan, untuk Nai, perempuan dari adat Basap yang sudah berusia 87 tahun, atau N yang berstatus warga binaan di lapas perempuan Bandung, mereka harusnya punya hak yang sama untuk menjadi mandiri dengan mengakses permodalan yang digadang-gadang adalah bentuk perjuangan feminisme di negeri ini. Tapi lagi-lagi semua itu cuma barang dagangan, pencitraan. Siapa yang benar-benar mau nama merk lembaganya menempel pada jeruji besi?

Melihat kawan-kawan di lapas begitu bersemangat menulis, berkarya dan menyusun mimpi, saya patah hati. Bagaimana caranya agar mereka bisa memiliki kesempatan yang sama dengan perempuan di luar sana yang bebas dari stigma? Sebagian dari mereka masih memiliki keluarga yang mampu memodali mereka, tapi sebagian besar tidak. Beberapa kali pertemuan T absen, D bilang, T sibuk kerja serabutan untuk bisa bertahan hidup di lapas sembari mengumpulkan modal agar keluar nanti dia bisa usaha. Beberapa kali jatuh sakit, sampai akhirnya seorang napi kaya mempekerjakannya sebagai asisten, tapi ya itu, T tak bisa seenaknya ikut ina inu, tergantung bos memberikannya waktu, termasuk ikut kelas ini. Padahal di kelas saya, T yang paling rajin dan semangat menulis. Sekali lagi saya patah hati.

Saya terpaksa beberapa kali minta maaf karena keinginan untuk bisa hadir saban minggu dan punya papan madding yang bagus untuk memperlihatkan karya mereka, terpaksa tertunda. Beberapa kali mengajukan proposal kegiatan, gagal, sementara kas pribadi saat ini baru mampu mengongkosi saya bolak balik dua minggu sekali jika tak ada kerja mendesak, untuk bertemu mereka. Jangankan untuk menjanjikan permodalan setelah keluar dari sana. Satu-satunya mimpi untuk bisa melanjutkan hidup tanpa terjerumus kesalahan yang sama adalah membuka usaha sendiri karena bekerja pada organisasi lain, mereka sudah patah arang karena stigma. Kalau mimpi tak kunjung hasil, kata Kezia, banyak yang kembali ke penjara karena hidup tak terlalu susah, makan gratis dan punya atap.

Perempuan adalah perempuan, apa pun statusnya saat ini. Saya dan kamu bisa saja sial, ada di tempat yang salah, bergaul dengan orang yang salah, terjebak kesalahan dan berakhir di balik jeruji, sekali lagi, siapa peduli? Kalau kamu mau perempuan mandiri, jangan pandangi statusnya, kalau kamu memperjuangkan hak perempuan, maukah kau berada di sebelah saya untuk membantu mereka?