Ada Cinta… percayalah…
Saya bukan kopi addict, tidak menagih ketika tidak bertemu dengannya. Pagi saya akan baikbaik saja tanpa harus bertemu kopi. Saya juga bukan penggila kopi, pengetahuan tentang kopi minim sekali. Saya penikmat, bukan pecinta, penggila apalagi obsesi padanya…
Kopi selalu membungkus cinta buat saya.
Saya penyeduh kopi yang baik kata papi, bahkan tanpa harus mencicipnya. Saat beliau masih ada, segala sesuatu yang beliau suka, saya membencinya, termasuk kopi. Saya tidak pernah minum kopi sampai beliau akhirnya berpulang. Racikan mami biasanya, satu sendok teh bubuk kopi dan dua sendok gula. Sementara saya, biasanya dibalik, awal maksud supaya tidak lagi disuruh papi bikin kopi, lah malah dibilang lebih enak dari buatan mami. Resep yang sama masih saya bikin buat diri sendiri, saya menjadi penyuka kopi pahit. Kopi memang sudah khitoh nya pahit, yang manis itu gula saudara.
Kopi membungkus sayang saya pada papi, meski ngedumel saban kali diminta bikin kopi, tapi selalu senang begitu beliau bilang, kopi buatanmu emang enak… mami kalah deh. Boleh jadi itu memang untuk menyenangkan saya saja, tapi papi itu orang yang pelit memuji, maka pujian darinya itu adalah hal luar biasa.
Pertama kali minum kopi itu 2003. Pertemuan saya dengan si kopi addict. Tidak tanggungtanggung kopi pertama yang dia berikan pada saya adalah espresso… inilah kopi sebenar-benarnya, ini adalah biangnya, yang menentukan racikan kopi yang beragam itu bisa enak atau tidak… begitu katanya. Kopi terakhir kami, espresso, sejak itu kami tak lagi berkabar… dimana kamu sekarang bray?
Hari ini kopi membungkus cinta saya pada pekerjaan. Sejak kerja sendiri, alias freelancer, kantor saya adalah kedai kopi satu ke kedai kopi lainnya. Bukan bergantung pada kopinya enak atau tidak, tapi pada pilihan kedai itu ramah colokan listrik dan wifi atau tidak. Itu saja… kalau dua syarat itu tak terpenuhi, maka batal saya kerja di sana, apalagi untuk bisa menikmati kopinya yang seenak apapun.
Kopi juga membalut cinta saya pada buku. Saat inilah kopi yang diminum harus terbaik, tentu saja menurut saya lah. Membaca buku sambil menikmati kopi tubruk wamena atau bali, itu hanya bisa kejadian di Anomali Coffee, slurrrup, jadi kangen tempat ini…. Atau kopi Aroma di Kedai 170 Bandung… oh surga itu datang dengan sendirinya…. Emang lebay… penikmat kopi itu emang lebay…
Kopi membungkus cinta saya pada kopi itu sendiri… saya bahagia sekali bisa dapat koleksi kopi dari berbagai daerah, mendengarkan cerita di balik produk kopi itu, dan menikmati kopi enak sendirian, hanya saya dan kopi… wanginya…. Rasanya….
Tetiba saya merindu papi, hari ini saya menjadi penikmat kopi dan punya cerita banyak,sayang kita tak bisa lagi berbagi pap…. Huhuhuu…
Ngupi yuk