Monthly Archives: Februari 2019

Cerita Para Perampok Hak Rakyat. Review #5 The Panama Papers oleh Bastian Obermayer dan Frederik Obermaier

Standar
Cerita Para Perampok Hak Rakyat. Review #5 The Panama Papers oleh Bastian Obermayer dan Frederik Obermaier

Selama membaca buku ini, saya diingatkan kawan bahwa honor akan dikenakan pajak, jangan lupa juga untuk laporan pajak akhir Maret ini. Lalu di ATM, saldo tinggal 163ribu semalam. Seberapa pun keras bekerja, selalu terasa kurang. Tapi sebagai orang yang insya Allah beragama, saya cuma bisa bilang, Alhamdulillah, mungkin memang segini dicukupkannya.

Sementara itu…. Buku Panama Papers ini mengungkapkan betapa jahatnya orang-orang yang berada di tataran elit, para penguasa, pengusaha dan mereka sama biadabnya dengan teroris, bandar narkoba, pembunuh bayaran, penjual senjata perang, dan perampok barang seni yang ada di dunia. Mereka menyembunyikan harta yang seharusnya kena pajak di negaranya masing-masing, kleptocrats, para birokrat yang merampok kekayaan negerinya lalu disembunyikan di luar negeri dengan nama samaran. Dalam 11.5 juta dokumen yang dibocorkan dari Mossack Forsesca, ada ratusan nama pejabat dan kroninya dari timur tengah, negara yang tak pernah sepi dari perang, menyimpan kekayaan sementara rakyatnya berbondong-bondong mengungsi dan makan dari belas kasih orang lain. Assad dari Syiria, dengan saudara-saudaranya memiliki harta berlimpah yang ditanam di perusahaan asing dengan nama berbeda.

Saya tidak mengulas satu-satu kasus yang dijelaskan di buku ini, kamu baca sendiri. Tapi bagaimana buku ini bikin saya semakin mual dengan system yang korup, sosialis pada elit dan penguasa, sementara sama rakyatnya perhitungan sekali. Catatan si pembocor dokumen dengan nama Jhon Doe, selama politik masih mengemis pada pengusaha kotor, selama itu pula system pemerintahan apa pun akan berjalan dengan korup. Tidak ada pengusaha yang berinvestasi gratis pada politik. Tak heran kalau pun insentif pajak sudah diberikan, mereka masih juga bawa kabur apa yang seharusnya diserahkan kembali pada rakyat. Mual!

Mau apa pun system pemerintahannya, mulai yang demokratis seperti Islandia, sosialis seperti Rusia, bahkan komunis ala Cina, nama-nama penguasa mereka tersangkut dalam Panama Papers karena systemnya sudah korup, manusianya serakah.

Ini adalah dokumen yang dibocorkan kepada jurnalis, terbesar dalam sejarah jurnalisme dunia, setelah wikileaks dan snowden. Melibatkan lebih dari 400 jurnalis dari 80 negara yang mempertaruhkan nyawa mereka ketika ikut menerbitkan berita investigasi nama-nama yang disebut dalam Panama Papers. Pemerintahan dunia kelabakan menanggapi ini, padahal segala aturan tentang pencucian uang, penuntasan terorisme, sebutkan saja, semuanya sudah ada. Tapi selama ada perusahaan biadab seperti Mossack Forseca, didukung PR dan para pengacara busuk, mereka akan terus mendukung perbuatan jahat berkedok investasi. Tapi di era teknologi 4.0. tak ada yang bisa disembunyikan, akan selalu ada data yang bocor di dunia maya. There is no place to hide. Kita akan terus menyaksikan kejahatan-kejahatan finansial yang terbongkar. Masih akan ada orang-orang seperti Snowden, dan John Doe. Dalam kata penutupnya John Doe bilang, ”we live in a time of inexpensive, limitless digital storage and fast internet connection that transcend national boundaries. It doesn’t take much to connect the dots: from start to finish, inception to global media distribution, the next revolution will be digitized. Or perhaps it has already begun.”

Lalu saya kembali menyiapkan arsip potongan pajak, saya tahu kewajiban sebagai warga negara, bukan maling seperti mereka.

Iklan

Menjadi freelancer, tanpa dukungan keluarga adalah kemustahilan

Standar

Ini bulan ketujuh saya menjadi pekerja lepas atau freelancer. Setiap orang punya alasan berbeda kenapa memilih jalan yang kadang terasa sunyi dan sepi, karena apa-apa harus diputuskan sendiri. Buat saya yang ekstrovert dan terbiasa berdiskusi dengan kawan, ini berat kadang terasa. Tapi bagaimana lagi, keputusan sudah diambil. Saya menjadi pekerja lepas karena alasan kesehatan, obat yang harus saya konsumsi membuat mood saya naik turun dan kesehatan sudah pasti menurun juga. Jadilah pekerjaan lepas dipilih, juga untuk lebih dekat dengan suami dan keluarga.

Tapi menjadi pekerja lepas sekali tak mudah. Tidak semudah kita bilang, okay lah, besok gue mau berhenti dari rutinitas dan kembali menjadi diri sendiri, memilih pekerjaan yang gue suka. Tak semudah itu Ferguso. Kecuali kamu hidup sendirian dan hanya untukmu sendirian.

Saya adalah tulang punggung keluarga. Menjadi freelancer butuh dukungan tidak Cuma dari suami tapi dari ibu dan adik-adik saya. Sayangnya itu ternyata tak tuntas dibicarakan terutama dengan keluarga besar dari pihak saya. Walhasil, kelojotan juga cuy.

*Tarik napas

Sampai hari ini saya tidak menyesali keputusan menjadi pekerja lepas, karena memang “harus” dan perlu, setelah bertahun-tahun menjalani kerja rutin. Saya senang karena menjadi dekat dengan suami, yang fully support untuk apa pun yang saya kerjakan. Tapi ternyata untuk keluarga besar, itu tidak. Seperti tertuduh sebagai orang egois yang tidak lagi memerhatikan keluarga, begitulah yang saya rasa saat ini. “Keluarga tidak makan idealism,” “Lulusan S2 luar negeri, blangsak hidupnya”

Itu tidak disampaikan, tapi tahu itu yang ditujukan pada saya.

Jadi kalau cita-citamu menjadi pekerja lepas, pikirkan kembali. Kalau hidupmu hanya untuk diri sendiri, nikmatilah bebasmu. Tapi kalau ada tanggungan, bebasmu akan terikat kerinduan pada order. Freelance yang full-time, pekerja lepas yang bekerja rodi.

Pastikan semua lingkaran pendukungmu mendukung keputusanmu untuk jadi pekerja lepas dan bersedia mengubah hidup sederhana mengikuti pemasukanmu yang kadang naik, kadang turun. Jika tidak … *Tarik napas…