Angka kasus covid 19 di Indonesia sudah lebih dari 100.000 tapi makin hari, seolah orang makin tidak peduli. Yang masih percaya ini semua konspirasi juga banyak, yang paham tapi tetap abai lebih banyak lagi. Angka itu tidak menunjukkan angka sebenarnya, iyalah jelas, yang kantornya terdapat kasus juga ga akan lapor ke pemerintah karena nanti bisnisnya harus ditutup sementara. Begitulah, setiap hari, suguhan angka kematian makin banyak, terutama tenaga medis. Kalau ada tes kebohongan di setiap meja pendaftaran pasien baru di rumah sakit, barangkali itu mesin sudah jejeritan. Kita jadi hidup penuh dengan kebohongan kebohongan yang kalau konsisten bisa jadi kebenaran baru.
Saya tidak lagi menghitung hari dari lamanya di rumah karena pada dua minggu lalu saya terpaksa ke Jakarta untuk menyambung hidup. Begitulah. Buat mereka yang memang terpaksa menyambung hidup, kita cuma bisa berusaha menjaga agar tetap sehat, dan saya menghargai itu. Tapi yang abai cuma karena pengen hang out, pengen kelihatan keren bersama komunitasnya, mati aja lu. Beneran! Cengar cengir berkumpul, ngobrol, dedempetan, shit man, egois banget. Kita belum beranjak bahkan dari gelombang pertama bencana covid.
Buat saya pribadi hari ke 140, level “bahagia” mulai menanjak berkat beberapa hal. Pertama, karena Juli ini Alhamdulillah rezeki datang, pekerjaan baru muncul. Setidaknya tiga orderan ada bulan ini, bisalah buat bayar utang, cicilan dan menabung. Kedua, karena sibuk banget sama kerjaan, saya tak punya waktu untuk memikirkan hal-hal yang selama ini bikin stress. Masak tapi ga dimakan keluarga itu bikin kesel. Hal remeh temeh yang hari-hari sebelumnya selalu bikin emosi, sekarang, saya tak punya waktu mikirin itu semua. Mau makan silakan, tidak ya ga masalah. Terdengar egois, tapi saya rasa, itu lebih baik. Kalau saya bahagia dengan diri sendiri, orang lain akan bahagia karena tak harus menghadapi omelan dan melihat saya cemberut. Ketiga, punya rencana itu bikin semangat untuk terus sehat, terus hidup. Saya masih punya keinginan untuk ina inu, yang paling utama, saya masih punya ibuk untuk ditengok, kakak zi dan septi untuk dijagain sampai besar. Mereka alasan kenapa saya harus sehat.
Setiap hari jurnal masih diisi, setiap hari ada hal baru yang bisa diceritakan dalam jurnal dan itu adalah adalah sejarah. Kalau membaca lagi tulisan di hari pertama sampai ke 130an, saya jadi tertawa sendiri. Kurva emosi saya naik turun. Awalnya bahagia punya waktu lebih bersama akang, lalu turun karena bosan, bingung, stress dan isi jurnal mei- juni adalah marah-marah. Lalu pada juni akhir, isinya mulai bikin senyum, kurvanya bergerak naik dan sekarang masih betah di atas. Untuk itu saya bersiap, guncangan akan selalu ada. Tapi saat itu terjadi, saya bisa bilang, “I have been through hell and back! Bring it on!”
Selamat Nita, kamu selamat sehat lahir batin sampai hari ini … makan enaaaakkk….
foto:whatisconvert.com