Monthly Archives: Februari 2021

Do you know my name?

Standar

She is still sitting on the same chair like yesterday and the other day before.

Her eyes are wandering around through the dark and thick scenery deep into the bamboo forest,

She is smiling and blushing. Her bread chick turn to tomatoes, fresh red.

She is alone, like yesterday and the other day before.

But she is not lonely. She is content with herself and here I am, longing to just say hi to her.

She is smiling, her eyes are talking to thin air.  What does she sees?

Oh her glass is empty.  This is it, my chance to talk to her. Just her little smile should be enough to bring me to heaven. I would not dare to ask for more.

She raise her glass, my turn to pour her wine like yesterday and the other day before. Same time, same type, same ethernal scenery.

Just one smile is enough to take me to heaven

“Thank you, Jin. Take a break and have a sit with me. I could use a company tonight.”

….

Padma Hotel, Bandung, 260221

pic: goodhousekeeping
Iklan

Becoming BTS ARMY; from “I” to “We”. Happy Birthday J-Hope

Standar
Becoming BTS ARMY; from “I” to “We”. Happy Birthday J-Hope

On May 5, 2019, BTS concluded their first Speak Yourself concerts, at the Rose Bowl in Los Angeles. BTS leader Rap Monster – Kim Namjoon, said

“Wherever you’re from, whatever you speak, however old you are, in this Rose Bowl, tonight we are one. We speak the same thing. We speak the same voice. We speak the same language. This is community, what we call community… Let’s keep speaking the same language.”

What it means to be part a community name BTS ARMY?

When I started my birthday notes celebrating BTS member’s birthday with Jin on December 4, 2020, I was not part of the ARMY. I was just the fan, admiring their music and my knowledge of BTS and the ARMY is shallow. It was just my 2 weeks since I listen to them. Jin, then who became my inspiration to really fall into their rabbit hole and not only that, I just finish my introduction part for PhD proposal because and about BTS ARMY.  

It did not take a long time to choose the identity as ARMY of BTS. Identity is the product of identification. It is about taking side, taking place. (About) who I am and where I stand to speak from the place to act from place.. . Identity is a moving process making (Stuart Hall)

You are probably asking, but why?

My first note was thanking Jin for saving my niece life, and now, I must thank them for saving mine. Someone I respect was shouting out loud to me at my face. In my normal time, I probably will feel devastated, lost, cried and turn to hate the person. But I wasn’t, I was distracted by BTS’s song on my ear than somehow comfort me. They took me into a different reality, where I feel safe and happy.

That’s a very psychological effect that I had from listening BTS. Nevertheless, when I do my research about them, we do speaking on the same language of love and respect. My idealism values are connected to them that make me easily to love them as musician, artists, as a person of each member and as a team.

Once I identify myself to their values, it is easier to make an action. Identity is a source for action as Stuart Hall said. My first action was looking how I can contribute for V’s birthday. That is how I got introduced to Bintang Ungu, a group of ARMY for V as V coined the icon of Purple love – Borahae. Together we support one kindergarten in a poor neighborhood in North Jakarta. We are not only fund  the operational but also involve in creating the program based on what BTS values, to love our-self, respect, and nurturing empathy both for children and their parents. That’s awesome, right!

If BTS ARMY is a community like RM said, and it feels just right, then it is part of the network society where Manuel Castells said being shaped by information and communication technology when communicated the shared values. We took our private communication through public realm through social media and organizing ourselves when we do the collective action. Do BTS tells us to? Nope, the main difference between BTS and other idols is that, they do not need to tell us to do explicitly. According to the study on BTS ARMY movement for #MatchAmillion during Black Lives Matter campaign 2020, Park et al, found that ARMY was moved by BTS’s example of manners and deep meaning of their lyrics. Related to their findings, I do feel being part of the ARMY community is also comforting. We shared laughter, appreciate each other, we share knowledge and information as also doing social collective action.

Being a fangirling at the age of 40ish is something that seems ridiculous to others. But I am not a shame, I am proud instead. Because I don’t see us as a common fandom, we are community, we make movement and hopefully able to change society. As our members are adult, parents of the future generation, we do learn about a good parenting through the BTS’ values, as simple as treat our children with empathy and respect.

I leave it here …

I would like to say Happy Birthday to my bias wrecker Jung Ho Seok – Jhope! You are the sunshine to ARMY with that bright smile and happy face. You are bringing hope to everyone, to believe in yourself. You are following your passion to be a dancer despite the disagreement of your parents, because you believe in what you love in life. Keep shining brightly!

Tidak Ada Kata Terlalu Muda Untuk Sebuah Perjuangan. Review UnFree Speech – Joshua Wong

Standar
Tidak Ada Kata Terlalu Muda Untuk Sebuah Perjuangan. Review UnFree Speech – Joshua Wong

Ini adalah buku paling cepat saya baca. Jika tidak diselingi pekerjaan dan ekstrakurikuler lain, buku setebal 258 halaman ini bisa selesai dalam satu malam. Joshua Wong bercerita dengan bahasa paling sederhana yang bisa dipahami oleh siapa pun. Membaca surat-suratnya yang ditulis di dalam penjara anak-anak dan selama beberapa hari di sel penjara orang dewasa membawa saya masuk ke dalam dunianya. Bagaimana anak muda yang mulai aktif berpolitik sejak usia 14 tahun ini bertahan hingga sekarang di usianya di pertengahan 20an? Bagaimana memelihara idealisme yang sangat mudah bergeser seiring dengan bertambah usia dan semakin banyak tuntutan sosial dan keluarga yang membebani perjalanan hidup anak muda?

Ketika bicara anak muda atau pemuda, izinkan saya memakai ukuran usia 15-28 tahun dalam standar PBB. Saat bekerja dengan Ashoka, saya mengenal anak-anak yang usianya mulai dari 12 tahun tahun sudah punya keinginan untuk berbuat sesuatu buat sekitarnya. kids are amazing indeed. Karena itu kalau ada yang bilang “anak-anak Cuma ikut-ikutan dan tidak punya keinginan pribadi melainkan disetir oleh orang dewasa,” aku bisa meradang. Saya bisa membuktikan anak-anak ini punya keinginannya sendiri, mimpinya sendiri, orang tua hanya perlu mendukung dan mendampinginya.

Joshua Wong salah satu buktinya. Kalau ditanya apa keluarga memengaruhi dia? Jelas iya. Ayahnya bekerja sebagai IT dan aktif di kegiatan gereja, sementara ibunya adalah seorang aktivis. Orang tuanya menikah beberapa hari setelah kejadian Tianammen dan memutuskan untuk membatalkan pesta perkawinan untuk menghormati peristiwa itu. Cerita itulah yang mulai menggerakkan Joshua kecil. Dia takkan tahan melihat ketidakadilan di sekitarnya. Joshua bukan anak “cemerlang”, dia berjuang melawan disleksianya. Di usia 14 tahun, pas SMP, dia mulai berpolitik, lewat page facebook, dia mengajak siswa lain protes soal makanan di kantin sekolahnya. Ketika orang tuanya dipanggil pihak sekolah, ibunya bilang “bukan salah anak saya, dia hanya menyuarakan apa yang dirasanya sebagai kebenaran. Jika kamu menghukumnya, sekolah ini justru akan dapat citra buruk.” Tidak perlu saya ajak kamu membayangkan reaksi orang tua kebanyakan ya.

Di usia 15 tahun lah, aktivitas politiknya membesar. Dia menggagas Scholarism, menolak kebijakan pendidikan nasional di Hong Kong yang merujuk pada doktrinisasi komunis China. Dia berhasil menggerakkan ratusan orang turun ke jalan. Lalu untuk kali pertama, dia ditahan kepolisian. Dari protes tentang kebijakan pendidikan, Scholarism berkembang menjadi gerakan Umberella Movement menentang undang-undang ekstradisi, bahwa orang Hong Kong bisa diadili di Cina dan itu artinya peluang mendapatkan peradilan yang adil semakin tipis.

Perjuangan di jalanan itu penting, tapi strategi harus diperkuat dengan masuk dalam sistem. Damn sound so familiar hahaha. Lalu bersama tiga orang penggerak Umberella Movement, Joshua membentuk partai Demosisto, berjuang memasukkan Nathan sebagai calon legislatif dan sebagai partai anak muda, mereka berjuang lebih keras untuk kampanye. Nathan berhasil masuk dalam legislatif sebagai anggota legislatif termuda dalam sejarah Hong Kong di usianya yang baru 22 tahun. Joshua bilang “Beat them in their own game!” I will keep that in mind, Josh.

Perjuangan Umberella Movement dari protes damai berubah menjadi lebih keras dan radikal, why? Karena perjuangan damai mereka ternyata tak mampu menggerakkan pemerintah untuk berubah dan tidak didengar. Mereka sudah menitipkan satu orang di legislatif tapi kemudian didiskualifikasi karena Nathan menolak menghormati simbol-simbol Cina. Joshua, Nathan dan Alex kembali ditangkap, ditahan dan didakwa bersalah untuk Umberella Movement karena menentang pemerintahan yang sah.

Bagian paling menggetarkan buat saya adalah ketika Joshua Wong merefleksikan perjuangannya mempertanyakan idealismenya sendiri. Apakah dia begitu egois dalam berjuang sehingga membahayakan keluarga besar mereka? Apakah perjuangannya sejak usia 14 tahun berdampak? Dalam penjara, Joshua menerima ribuan surat dari seluruh dunia, dari anak-anak yang terinspirasi atas perjuangannya sampai orang tua yang merasa terpanggil untuk ikut berjuang bersama anak-anaknya. Membaca surat-surat itu membuat Joshua yakin dia telah ada di jalan yang benar.

Di saat rekan seusianya belajar di kampus dan setelah lulus bersiap untuk bekerja dan menerima slip gaji pertama mereka, Joshua menulis jurnalnya di dalam penjara. Tapi dia sangat percaya bahwa perjuangan membela demokrasi ini sangat penting, bukan hanya untuk dia saat ini, tapi pada 2045 ketika usianya 50 tahun, dia ingin anak-anaknya dan cucunya bangga pada perjuangannya. Dia telah berjuang, sekuat-kuatnya.

Di akhir bukunya, dia meminta anak-anak muda untuk tidak diam karena masa depan mereka sangat mudah diatur dan diputuskan orang dewasa tanpa mereka sadari. Bahwa perjuangannya di Hong Kong adalah perjuangan bersama dunia untuk menjaga demokrasi dan kemerdekaan anak-anak saat ini dan masa depannya.

Setelah menutup buku ini, saya kembali ke belakang, apa yang terjadi pada saya di usia 15 tahun? Yang saya ingat, saat itu saya dijewer mami dari sekolah sampai rumah karena ada satu nilai merah di rapor. Saya selalu juara kelas selama sekolah, angka merah adalah aib. Papi saya bilang “kawinkan saja kalau susah diatur dan malas sekolah. Buat apa orang tua investasi pada anak perempuan kalau yang diharapkan malah begitu.” Saya rasa saat itulah saya menjadi feminis, bahwa anak-anak perempuan punya hak untuk sekolah tinggi, bahkan saat melakukan satu kesalahan. Hey, everyone makes mistake right, tapi menikah di usia sangat muda semacam hukuman untuk masa depan yang lebih baik.