Sudah sebulan aku jauh darimu, menanggung rindu saban waktu. Di tengah buku yang kubaca, wajahmu muncul tiba-tiba. Kita bicara dalam tulisan, setiap saat. Tapi tak sama dengan mendengar suaramu. Walaupun percakapan yang terjadi akan sama seperti dalam tulisan, tapi suaramu menenangkan.
Boleh aku mendengar suaramu? Suara yang membuatku nyenyak tidur dalam senyum, kecuali saat diganggu dingin yang menggigit. Suaramu yang akan mengingatkanku bahwa kita punya janji besar saat aku kembali nanti. Suara yang akan menahanku dari banyak goda.
Suara yang sama, yang pernah mendendangkan rayuan cinta, menuangkan harapan untuk tetap bersama. Suara yang selama empat tahun terakhir membuatku tenang, bahwa kamu selalu ada menungguku pulang.
Aku tak sedang menguji kita, tapi sedang mewujudkan mimpi yang selalu menggelayuti yang jika tak teruruti bisa hinggap sampai mati. Dan kamu sangat mengerti itu.
Tak perlu drama katamu, setahun itu cuma sekejap… Tapi aku perlu mendengar suaramu untuk menenangkan hari-hariku. Besok, carilah sinyal yang kencang. Kalau perlu, naiklah kau ke atap dan jangan lupa beli data agar koneksi kita lancar di udara. Terbangkan doa cinta pada semesta, semoga kita tetap bersama.