Manusia Bukan Tikus Percobaan. Review Lab Rat karya Dan Lyons

Standar
Manusia Bukan Tikus Percobaan. Review Lab Rat karya Dan Lyons

Biasanya saya tak berasumsi sebelum membaca tuntas, tapi membaca bab-bab pertama buku ini, saya berasumsi Dan Lyons ini bombers yang memang ga sanggup ada di kehidupan milienial dan generasi Z yang cepat, berlari, hajar, minta maaf kemudian. Lyons ini dalam bayangan saya adalah staf atau bahkan manajer yang tua yang gagap teknologi, tidak tahu bagaimana “Mute” microphone dan letak kamera pada laptop. Persis cerita-cerita kawan di awal Work From Home saat semua harus beradaptasi dengan teknologi secara cepat. “Oi matiin dulu mic nya kalau ga ngomong,” “oi, matiiin kamera. Lu ngupil ditonton semua orang,” dan seterusnya.

Tapi kemudian saya jelas berubah pikiran dong, itulah fungsinya buku bukan, mengubah asumsi. Lyons menggambarkan bagaimana kejamnya kehidupan di perusahaan perusahaan start ups berbasis teknologi di Silicon Valley. Prinsip Move Fast, Break Things itu terjadi juga dalam tim kerja. Turn over yang tinggi dianggap sebagai konsekuensi dari bisnis yang bergerak serba cepat ini, gaslighting membuat si karyawan merasa bahwa kesalahan sepenuhnya ada di dirinya, dibuat merasa bodoh dan tak berguna dan tak mampu bersaing dengan mereka yang muda. Soal pesangon jangan ditanya, tak ada. Tak ada asuransi, tak ada kepastian masa depan, apresiasi itu taik kucing. Manusia-manusia di dalam start-ups kata Lyons tak ubahnya tikus-tikus percobaan di laboratorium. Berbagai eksperimen dijejalkan kepada mereka, manajemen start-ups memaksa orang mengikuti pola yang berubah-ubah sesuai anjuran para konsultan manajemen start-ups yang tak juga melihat karyawan sebagai manusia tapi sebuah beban produksi yang harus dipacu agar profit tercapai.

Apa sih tujuan orang keluar dari perusahaan lama lalu membuka bisnis sendiri? Freedom, kebebasan untuk berkreasi dan bebas dari tekanan rutinitas terlebih karena ingin menjadi manusia seutuhnya. Tapi begitu perusahaan mulai jalan, mereka persis berlaku seperti mantan-mantan bosnya. Angka bunuh diri dan depresi sangat tinggi di Silicon Valley dalam usia mereka yang tergolong muda, dan itu menyedihkan.

Ada banyak start-up yang mencoba melawan arus dan mereka biasanya punya latar belakang bukan elitis, yaitu kulit putih, menengah ke atas dan lulus Stanford. Ada dua yang masih saya ingat yaitu Q dan Basecamp yang mencoba tetap membuat usaha mereka bisa memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pegawainya. Kalau bos mu bertanya tentang keluarga, anak atau pasanganmu, bahkan hapal nama anakmu, dia adalah bos yang bener. Memanusiakan bawahannya dan menganggap perusahaan sebagai sebuah usaha bersama dan setiap anggotanya merasakan hasilnya. Ini berbeda dengan start-up umumnya yang bilang “kita ini tim bukan keluarga,” man, itu salah banget. Justru dengan memerlakukan staf sebagai anggota keluarga, lalu mereka menganggap sebagai rumah bersama, maka mereka akan bersungguh-sungguh mempertahankan rumah dari keruntuhan, caranya? Bekerja lebih produktif dan kreatif. Sebaliknya memperlakukan karyawan sebagai budak, itu hanya akan membuat karyawan muak, bekerja tidak efektif, lebih sering sakit daripada sehat. Cepat atau lambat perusahaan akan terdampak. Mengganti saban saat karyawan itu bukan jawaban, ongkosnya justru lebih besar, training lagi, mentoring lagi, dan biaya rekrutmen yang ga juga murah. Coba hitunglah.

Sepanjang saya sejarah kerja, saya pernah bertemu dengan berbagai tipe manajemen perusahaan. Di satu perusahaan, ada OB yang hanya sanggup bekerja setengah hari. Dia dimaki-maki dan berhenti persis ketika jam makan siang. Habis itu kan repot cari pengganti dong. Atau sebuah lembaga yang setiap bulan selalu ada yang cabut dengan berbagai alasan. Waktu awal saya pikir mungkin jiwa muda ingin pindah-pindah kerja, tapi bukan itu juga ternyata. Bukan mental tempe kenapa seseorang cabut dari perusahaan yang penuh tekanan. Hal utama penyebab orang keluar bukan kerjaannya tapi bagaimana manajemen berlaku. Ketika teknologi informasi yang seharusnya memudahkan hidup orang malah sebaliknya. Di luar jam kerja, pesan-pesan kerjaan itu berlimpah ruah. Mau tidak mau orang diajak bekerja selama 24 jam. Belum lagi berbagi kalender, Lyon dalam buku ini cerita, berbagi kalender itu buat orang seenaknya menentukan kapan kita bisa bertemu hanya karena agenda di dalam kalender kita masih kosong.

Lab Rat mengingatkan saya pada perjuangan kawankawan menolak Omnibus Law, Ciptakarya yang membuat manusia-manusia hanya sebagai budak kapitalis untuk kepentingan ekonomi nasional. Investasi masuk tidak serta merta penciptaan lapangan kerja terjadi, keuntungan investasi dan ekonomi selama ini berkutat di ujungnya saja, buruh tetap kelaparan, tetap cilaka. Cari sendiri gih penjelasan lengkapnya, sudah banyak ditulis orang.

Lyon menjelaskan ada revolusi dalam ideology kapitalisme. Kita kembali ke tujuan orang kenapa kita berbisnis, persis pertanyaan di paragraph atas. Jika kita membuka usaha untuk memberikan lapangan pekerjaan, maka pastikan itu terjadi. Jika membuka usaha untuk menyelesaikan masalah sosial, maka dalam konteks sosial entreprise atau SE, masalah sosial dan profit dengan margin yang cukup bisa terjadi. Berapa pembagiannya? Lyon tak menjelaskan, tapi karena ini bidang kerja saya, maka saya beritahu ya, porsinya 50+1% keuntungan itu harus kembali pada isu sosial yang ingin diselesaikan. Cukup senang membaca ASHOKA disebut di dalam buku ini sebagai salah satu pelopor SE di dunia loh. Saya pernah bekerja dengan mereka selama 2.5 tahun dan berkenalan dengan fiosofi yang mereka percayai bahwa bisnis sosial itu bukan untuk profit tapi untuk menyelesaikan masalah sosial sembari bisa menghidupi manajemen di dalamnya. Hidup secukupnya…

Sekali lagi saya diingatkan betapa beruntungnya pernah bekerja dengan manajemen yang memanusiakan buruh di dalamnya. Setiap tim yang saya bekerjasama adalah keluarga, jika sudah begitu ada rasa tanggungjawab penuh untuk saling bantu, saling ajak untuk maju. Di KBR misalnya, kami adalah keluarga besar yang saling dukung. Memecah dalam grup-grup kecil perkawanan yang dipertemukan dalam manajemen yang sama, tadinya rekan kerja, dan sampai hari ini malah jadi supporting saya terbaik.

Anak-anak milenial startups, terbukalah untuk mengambil pola-pola lama yang tak seluruhnya buruk. Pernahkah kalian bikin family gathering? Tahu siapa nama pasangan temanmu? Dan kapitalisme tak sepenuhnya buruk, I have to bite my own tongue for this one hahaha, meski berganti rupa kapitalisme dnegan nama-nama cantic seperti decent capitalism, green capitalism, sampe terakhir conscious capitalism, tetap saja capitalism is for profit. Tapi masih ada orang yang menggunakan kapitalisme untuk membantu orang lain, lagi, skalanya tak harus jetar seperti Uber, dan Facebook atau Amazon dan Apple, dalam SE everything starts small, dan keep it small.

Iklan

Satu tanggapan »

  1. wah ceritanya sangat bagus sekali aku sangat suka membaca.itu memang sangat sama dengan yang ada di kehidupan.kehidupan itu memang sangat kejam seperti sekarang ini tetapi di kehidupan yang kejam ini banyak sekali hikmah yang kita ambil saya yakin suatu saat nanti dunia yang kejam ini menjadi dunia yang sangat sempurna bagi kita semua and I hope semua akan bisa seperti dulu lagi amin😊

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s