
Bergulat dengan isu lingkungan sejak 2008, masih baru terbilang, dan ketemu istilah wirausahawan sosial sampai impact investor, jujur saja, belum membuat saya puas untuk bilang, kita bisa melindungi alam dengan model ini. Berulangkali bertemu orang baik yang akhirnya menyerah pada sistem kapitalisme, ujungnya mengejar profit daripada memperbaiki kondisi sosial yang jadi niat awal. Bertemu dengan penggerak komunitas yang selalu mengajak komunitas berproduksi tapi luput membangun market yang harusnya dibentuk di lingkungan sendiri dulu sebelum membuka peluang ke luar. Lalu bertemu dengan pasar tapi akhirnya menuntut komunitas untuk berproduksi massal meski harus mengacaukan kestabilan sosial dan alam sekitarnya. Begitu terus seperti lingkaran setan.
Mencari bacaan alternatif tentang isu lingkungan dalam sudut pandang ekonomi dan politik mengantarkan saya bertemu Kate Raworth, lalu Jason Hickel, Stiglitz dan terakhir Giorgos Kallis. Sebelum baca bukunya, saya sudah follow twitternya yang banyak bahas tentang DeGrowth. Ga heran, memang dia yang me-coined atau menginisiasi istilah degrowth yang bikin kuping para Growth – Fetish gerah dan jengah. Seolah-olah tidak ada alternatif sistem ekonomi lain selain kapitalisme vs sosialis. Kalau menentang kapitalisme artinya adalah sosialis. Tidak semudah itu menilainya Fernando. Kenapa pula kita mesti terpaku bahwa kapitalis adalah yang terbaik, kenapa kita tak berpikir beyond capitalism atau istilah lainnya adalah post-capitalism.
Kalau kamu rajin membaca, diskusi tentang alternatif di luar kapitalisme itu sudah banyak dibahas dari sisi politik, pun sosial dan ekonomi. Dasarnya cuma satu, kalau kita tidak mengubah perilaku ekonomi atau istilah kerennya business as usual kayak hari ini, perubahan iklim akan memusnahkan manusia dan seisinya. Kita butuh 40 planet buat selamat supaya kamu bisa tetap hidup nyaman seperti hari ini. Kalau mau bumi ini selamat, mau tidak mau kita memang harus memikirkan alternatif lain. Ga bisa terus menerus dininabobokan dengan peningkatan ekonomi dari pendapatan kotor atau GDP yang berimplikasi pada perbaikan kualitas hidup dan pelestarian alam. What a bullshit idea?! Sejak kapan 1 % GDP menyelamatkan at least 1% hutan tropis dunia? Pertanyaannya justru untuk 1% GDP berapa hutan yang gundul dan beralih fungsi untuk perkebunan dan pertambangan? Berapa besar cadangan fosil yang diangkat dari perut bumi dan berapa yang tersisa untuk anak-anak nanti?
Di buku ini Kallis memaparkan perdebatannya dengan para growth-fetish yang mengatakan degrowth sebagai bentuk utopia lain, sebuah mimpi indah yang tidak punya dasar penghitungan. Dalam pembelaannya Kallis bilang, degrowth memang sebuah ide yang masih harus terus dichallenge, dan diperbaiki tapi bukan sebuah hal yang mustahil dilaksanakan. Degrowth lahir dari pandangan Eropa Selatan seperti Spanyol, Barcelona dan Yunani yang berusaha untuk selamat dari kriteria ekonomi eropa barat dan Amerika. Bahwa degrowth bisa diawali dalam scope komunitas dengan alternatif sistem ekonomi seperti sharring bukan rental ekonomi, barter, charity yang ditujukan untuk peningkatan kualitas hidup atau well-being dan juga memberikan kesempatan alam untuk memperbaiki dirinya. Mengambil secara tidak berlebihan. Mengukur kesejahteraan ekonomi bukan dari GDP yang tidak pernah berujung, tapi dari tingkat kebahagiaan warganya melalui peningkatan kesehatan dan kualitas pendidikan.
Ada 35000 peserta dalam seminar degworth di Leipzig beberapa tahun lalu dan setiap tahunnya ada ratusan anak muda mendaftar di Universitas Barcelona hanya untuk belajar memahami Degrowth. Apa itu artinya? Artinya ada banyak orang di luar sana yang gelisah seperti Kallis, termasuk saya, bahwa kita tidak bisa lagi mempertahankan sistem ekonomi yang gagal dalam mengatasi kerusakan lingkungan dan gagal meningkatkan kesejahteraan orang banyak.
Baru mengunduh foto ini, seseorang di twitter menulis “Indonesia janganlah ikut-ikutan ngomongin degrowth….” Saya kasih senyum aja. Kenapa tidak? Kenapa takut pada ide-ide baru yang menggoncang kenyamananmu? Kapitalisme bukan agama dan GDP bukan ayat suci yang haram dipertentangkan. GDP anak kemarin sore, lahir setelah perang dunia I, dunia aja berubah, mosok dia tidak boleh berubah?