Bisakah Demokrasi Selamat Dalam Kapitalisme Global? Bisa, Asal… Review Can Democracy Survive Global Capitalism by Robert Kuttner

Standar
Bisakah Demokrasi Selamat Dalam Kapitalisme Global? Bisa, Asal… Review Can Democracy Survive Global Capitalism by Robert Kuttner

Kuttner bilang bisa, asalkan kapitalisme dikembalikan pada prinsip semula dimana orang berkesempatan yang sama untuk berusaha dan mendapatkan manfaat bersama dalam sebuah persaingan yang sehat. Bisa, asal ada niatan politik yang menempatkan kepentingan warga di atas kepentingan elit politik dan para kapitalis. Bisa, dan itu dimulai dari perubahan di Amerika Serikat sebagai kekuatan besar dunia yang dapat memutar arah globalisasi dunia. Amerika pernah punya peran besar setelah Perang Dunia I, Perang Dunia II dan Perang Dingin. Maka Kuttner percaya, sekali lagi, Amerika bisa memberikan pengaruh besar untuk menyelamatkan demokrasi dari kapitalisme pluto. Syarat pertamanya, menyingkirkan Trump dari tampuk kekuasaan dan mencegahnya untuk memimpin kembali.

Kuttner menerbitkan buku ini 2019, dan dalam bukunya ini dia berharap banyak pada Sanders dan Elizabeth Warren untuk melakukan perubahan di Demokrat pada pemilu 2020 ini. Tapi seperti kita tahu, Sanders out, “keluar” dari kompetisi pemilihan calon presiden dari Partai Demokrat. Selesai membaca buku ini, saya hanya menghela napas, rasanya optimism Kuttner masih jauh dari nyata karena kelompok kiri dalam Partai Demokrat masih belum mampu menyingkirkan geng kanan. Seperti juga di Inggris dengan kalahnya Partai Buruh dan lengsernya Corbyn dari kepemimpinan.

Kuttner memulai buku ini dengan menyatakan diri bukan fans Marx tapi apa yang disampaikan Marx sangat penting menjadi landasan pemikiran. Kuttner menggunakan pendekatan sosial demokrat dengan dua landasan pemikir Karl Polanyi dan John Maynard Keynes. Keduanya menekankan pada demokrasi ekonomi, bahwa negara harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan bersama.

Kuttner memulai dengan sejarah, mulai dari pasca perang dunia pertama dan kedua. Keynes menginisiasi konferensi ekonomi dunia yang menghasilkan produk Internasional Monetary Fund dan Bank Dunia / World Bank 1944. Ide awal keduanya berdiri sangat mulia, membantu negara-negara yang merugi karena perang untuk memulai lagi kehidupan ekonomi mereka. Tetapi dalam perjalanannya kemudian, kedua lembaga dunia ini lebih didominasi oleh kepentingan negara seperti Amerika dan Uni Eropa, sementara dua kekuatan ini di dalamnya rapuh secara politik karena dikuasai oleh kapitalis global. Untuk mendapatkan bantuan IMF dan World Bank, sebuah negara harus mengubah kebijakannya secara fiscal dan ekonomi, menekan budget pengeluaran publik, privatisasi aset nasional dan membuka kesempatan usaha untuk perusahaan asing, serikat buruh diberangus. Kepentingan utama bagi Amerika, adalah negara-negara ini harus embracing democracy. Neo-liberalisme menjadi satu-satunya ideologi bagi IMF dan World Bank. Bagi negara-negara skandinavia yang memiliki model sosial democrat, globalisasi kapitalis mengancam mereka. Di negara ini kekuatan terbesar ada di persatuan serikat buruh yang dapat langsung memengaruhi kebijakan politik negara, bahwa bisnis harus mensejahterakan buruhnya, bahwa buruh adalah aset yang harus diperlakukan dengan baik. Kebutuhan dasar masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan gratis dan diberikan dengan kualitas terbaik. Tetapi globalisasi yang dikuasai oleh pemain besar menentang kebijakan lokal negara tempat mereka akan membuka usaha. Di sinilah kekuatan kedaulatan negara dipertaruhkan.

Di sebuah negara yang demokrasinya mulai busuk dan kepentingan kapitalis elitis menguasai perekonomian, akan sangat mudah muncul sosok anti demokrasi yang akan mendapatkan banyak simpati dan suara dari rakyat. Bukan karena mereka menawarkan hal yang lebih baik, tapi karena sosok ini cukup membuat mereka bahagia. Sosok fasis kata Kuttner tidak hanya karismatik tapi juga menghibur. Kemunculannya sudah terbanyak sejak Trump, Marine Le Pen di Perancis, Geert Wilders di Belanda, Jair Bolsonaro di Brasil. Mereka menggadang-gadang pemurnian ras, dan kepentingan pribumi, serta menyalahkan situasi ekonomi yang buruk pada imigran dan muslim. Kalau bicara demokrasi, kehadiran far-right ini sangat mengancam.

Kuttner membandingkan negara skandinavia dengan Jepang, Korea Selatan dan Cina. Menurut dia, ketiga negara ini sebuah anomaly dari percaturan globalisasi. Mereka mampu meningkatan ekonominya sambil juga memertahankan politik dalam negerinya. Cina bukan negara demokrasi, kapitalisme mereka juga dikuasai negara. Ketika Cina masuk dalam WTO, para ekonom Amerika suka memperingatkan bahwa Cina tidak akan mengikuti Amerika, yang ada Amerika yang akan mirip dengan Cina. Politik Amerika dikuasai pemodal, para kapitalis untuk menyelamatkan keuntungan mereka. Beruntungnya Amerika masih punya parlemen yang cukup kuat untuk menjaga presiden agar tidak jadi dictator. Kuttner menekankan peran penting LSM untuk menjaga demokrasi dan eksploitasi ekonomi berlebihan yang dapat mengancam kehidupan manusia dan alam. LSM adalah control terbaik saat ini, tetapi harus dikritisi mereka yang mengeluarkan “sertifikat” hijau dan pro ham, karena permainan kapitalis akan sangat mudah membayar ini.

Kuttner menurut saya terlalu optimis ketika menuliskan buku ini. Sejak awal 2020, banyak hal terjadi di luar perkiraan. Politik Amerika dan Inggris tak banyak berubah, pandemic Covid 19 mengubah alur kehidupan dunia sepenuhnya. Tetapi sebagai sebuah referensi, tentu saja buku ini menarik untuk dibaca.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s