Kesuksesan Ekonomi Suatu Negara Bukan Cuma Tentang GDP Tapi Kesejahteraan Rakyatnya. Review People, Power and Profits oleh Joseph E. Stiglitz

Standar
Kesuksesan Ekonomi Suatu Negara Bukan Cuma Tentang GDP Tapi Kesejahteraan Rakyatnya. Review People, Power and Profits oleh Joseph E. Stiglitz

Demokrasi adalah tentang kedaulatan rakyat, one person, one vote – satu orang, satu suara. Tapi dalam perjalanannya di Amerika, satu dollar satu suara. Demokrasi dikuasai para bohir, pemodal politik, yang membuat kebijakan pemerintah bergeser demi kepentingan para pemodal, swasta, bagaimana pun caranya, bahkan jika harus mengorbankan kepentingan rakyat.

Joseph Stiglitz, peraih nobel untuk ekonomi mengingatkan kembali Amerika pada nilai dasar kebangsaan mereka, yang menjunjung demokrasi, menghargai perbedaan, dan tanah yang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warganya untuk memaksimalkan potensi mereka. Tetapi yang terjadi pasca kepemimpinan Reagan dengan neoliberalismenya adalah jurang ketidakadilan yang semakin dalam. Satu dari lima anak di Amerika hidup dalam kemiskinan, jutaan orang muda terjerat utang pendidikan pada negara seumur hidup mereka, sementara kesempatan kerja semakin sedikit karena tergantikan oleh mesin-mesin robot, lingkungan yang rusak dan akses kesehatan yang terpangkas.

Kesejahteraan hanya milik 1 persen warga negara yang selama lebih dari empat decade telah menguasai perekonomian dan politik Amerika. Pemerintah seperti tak bergigi dalam menjalankan kuasanya dihadapan pengusaha terutama perbankan yang selalu bisa mengeluarkan dana dari udara kosong, dan ketika masalah kredit macet datang, keuangan merosot, tak lain dan tak bukan meminta perlindungan pemerintah. Jaminan perlindungan kesejahteraan pemerintah diberikan kepada pengusaha, dan perbankan, bukan pada rakyat.

Anak-anak yang lahir dari keluarga miskin akan sangat mungkin terkutuk dalam lingkaran yang sama karena akses pendidikan berkualitas hanya dinikmati oleh anak-anak dari kelas menengah ke atas. Ketika mereka berhasil lulus SMA, pilihan untuk melanjutkan pendidikan kuliah adalah dengan menandatangani kontrak pinjaman yang akan menjerat mereka seumur hidup. Setelah lulus, belum tentu mereka mendapatkan pekerjaan yang layak, dan membuat mereka berpikir dua sampai lima kali untuk menikah dan berkeluarga. Punya rumah dengan angsuran adalah jebakan batman berikutnya, karena bunga terus tinggi, ancamannya mereka akan kehilangan rumah yang telah diangsur sekian lama. Dana pensiun dan asuransi kesehatan di privatisasi yang ujungnya selalu sama, mendahulukan profit daripada kesejahteraan masyarakat.

Jika masyarakat kehilangan kesempatan untuk meningkatkan taraf hidupnya, maka ekonomi suatu bangsa akan ikut terpuruk, cepat atau lambat. Jika lingkungan rusak, aktivitas ekonomi terhambat, masyarakat kehilangan pekerjaan, daya beli turun, maka lagi-lagi ekonomi negara akan ikut terpuruk. Jika semua pabrik beralih pada robot demi biaya operasional yang lebih rendah dan menghindari hiruk pikuk tuntutan serikat buruh, lalu masyarakat kehilangan pekerjaannya, daya beli turun, apakah robot bisa jajan dan menggantikan manusia sebagai konsumen?

Semua saling bertalian, hanya pemerintah yang harus bisa turun tangan mengendalikan situasi dengan mengetatkan kebijakan perlindungan dan penyelamatan lingkungan, memberikan akses pendidikan dengan kualitas sama kepada anak-anak, berinvestasi pada riset, investasi pada dana pensiun dan akses kesehatan. Persoalan ini tidak bisa diserahkan pada pasar, pada kebijakan ekonomi yang selama ini justru membuat rakyat terpuruk dan lingkungan rusak. Pemerintah harus berani beralih pada kepentingan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam demokrasi.

Stiglitz yang pernah menjadi penasihat ekonomi Presiden Clinton, mengutip Clinton “We have to put people first, social contract includes the preservation of the environment for future generation, and restoring political and economic power to ordinary people.” Bahwa kesejahteraan suatu negara kata Stiglitz tidak bisa hanya diukur dari tingkat kenaikan GDP nya tapi pada kesejahteraan rakyatnya. Hal itu hanya bisa dicapai jika kebijakan dirancang dengan baik, pasar yang diatur dengan baik dan kerjasama yang baik antara pemerintah dan organisasi sipil masyarakat. Tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tapi juga menyelamatkan kapitalisme itu sendiri dengan kompetisi yang lebih sehat.

Menurut saya meski Stiglitz menuliskan buku ini dalam konteks kritik kerasnya terhadap kebijakan Donald Trump, tetapi apa yang dia sampaikan, sangat relevan untuk Indonesia yang juga disebut sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Kita sudah dapat peringatan keras betapa demokrasi yang dijalankan sekarang menjadi milik 1 persen, para bohir politik, para parpol yang juga penguasa gelap negeri. Demokrasi kita saat ini seolah hanya nyata saat pemilu, di dalam kotak suara, begitu terpilih, rakyat seolah hanya jadi penonton, mari tepuk tangan.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s