Rumah ini sepi, hanya ada dua lansia, saya dan suami. Percakapan di antara kami berempat tak jauh-jauh dari soal beli obat, masak kalau sempat, beli lauk dan pampers untuk bapak. Bapak stroke dan diabet, berjalan sudah diseret, suara tak lagi jelas. Karena itulah bapak lebih banyak diam. Ibu, beliau punya jantung, dan dadanya akan sakit kalau terlalu lelah. Suami aku, Kang Iwan yang menjaga mereka berdua dan saya, si tukang jalan dan jarang di rumah. Antara Jakarta dan bandung. Sepi.
Sampai si Unin datang. Kucing buduk dengan luka di telinga itu ditemui akang di depan rumah, setelah sebelumnya menjerit-jerit tak bisa turun dari atas loteng persis saat hujan menderas. Tetangga yang menurunkan kucing kecil itu, kami memberikannya makanan. Unin termasuk kucing yang sopan, diberi makan bukan berarti mau dipegang apalagi dibawa pulang. Butuh satu bulan sampai Unin mau masuk sendiri ke dalam rumah kami. Masih tanpa suara, kami yakini pita suaranya rusak sewaktu dia menjerit-jerit di atas loteng itu.
Sejak kehadiran si Unin, rumah ini tampak berbeda. Topik pembicaraan kami bertambah, “si Unin berak di depan kamar tuh,” “si Unin ga berhenti makan,” Unin ina inu… Sesekali terdengar Ibu berbicara dengan Unin, dengan nada tinggi, biasanya karena si Unin muterin kaki minta makan. Bapak, bapak yang diam itu sesekali tertawa melihat Unin guling-guling main dengan dengan keset pintu, atau berteriak sekuatnya karena Unin menyeruduk masuk ke kamarnya. Dan Akang, setiap kali saya pergi ke luar kota, dia akan rajin mengirimkan foto Unin terkini. Dia punya mainan baru, mengurus si Unin, selain sibuk dengan orang tua dan mainan hape (ini yang paling bikin sebel).
Sementara saya, hari ini saja dibuat jengkel oleh Unin. Pok coy dari tiga batang benih, tinggal satu. Akang bilang, daunnya digigit-gigit Unin, batangnya dia garuk. Lalu jemuran, Unin tertangkap tangan sedang guling-gulingan dengan jaket kesayangan saya. Dia garuk jaket itu dari jemurannya hingga jatuh ke lantai. Belum sempat dicek apakah jaket itu jadi bolong karena kuku si Unin. Unin si penguasa keset dan sandal, kukunya keluar setiap kali ada yang mengambil sandal.
Unin adalah berkah buat saya dan akang. Unin membawa warna baru di rumah kami, Unin membuat bapak dan ibu tertawa. Unin menjadi alasan baru kami bangun pagi, memberikannya makan dan mengajaknya main. Buat kami, Unin bukan sekedar hewan peliharaan, dia menjadi anggota keluarga yang menyatukan kami dalam kata yang sama…. UNIIIIIN… baong lah kamu mah!