Amerika (Bukan Lagi) Tanah Impian. Ketidakadilan Sosial Dapat Dihindari, Jika Mau. Review #7 The Great Divide Joseph Stiglitz

Standar
Amerika (Bukan Lagi) Tanah Impian. Ketidakadilan Sosial Dapat Dihindari, Jika Mau. Review #7 The Great Divide Joseph Stiglitz

Jujur ketika memegang buku ini saya sudah dengan asumsi bahwa Stiglitz ini berpikiran kanan, kan dia pernah bekerja sebagai ketua ekonomnya World Bank. Kenapa saya beli? Karena membaca tak bisa hanya melulu mengukuhkan apa yang sudah jadi idealismenya kita, harus dong melihat dari banyak sisi, supaya pemahaman tentang satu hal bisa kumplit.

Anyway, ternyata Stiglitz berpikiran kiri. Lahir di sebuah kota industry membuatnya peka pada nasib buruh. Lalu Malcom X yang dia hadiri ceramah publiknya membuat dia belajar banyak tentang diskriminasi yang dialami orang kulit hitam dan masyarakat miskin. Stiglitz pikir ketika dia memilih kuliah di jurusan ekonomi, dia bisa memperbaiki situasi ternyata salah besar katanya. Dia dikeliling oleh orang-orang yang sangat percaya Pasar akan menyelesaikan kesenjangan sosial yang terjadi, Pasar akan membuka peluang yang sama bagi semua orang. Tidak saudara-saudara. Pasar tak bisa bergerak sendiri tanpa campur tangan pemerintah, dan kesenjangan sosial yang terjadi tidak melulu kesalahan hitungan ekonomi tapi lebih banyak didominasi oleh kesalahan pengambilan keputusan dan kepentingan politik.

Stiglitz hidup untuk melihat bagaimana Amerika yang tadinya menjadi tanah impian bagi banyak orang justru sedang menghancurkan dirinya sendiri dan masa depannya. Ketika resesi ekonomi 2008 terjadi, seperti juga Great Recession and Depression 1997 dan 1920an, yang dibantu pertama oleh Amerika yang kemudian menjadi contoh salah oleh banyak negara dunia lainnya adalah, menyelamatkan perbankan dan stimulus kepada pengusaha. Niatnya sih baik kalau perbankan diselamatkan artinya diberikan stimulus untuk memperbaiki ekonomi, kalau pengusaha dibantu dengan mengurangi pajak mereka, pengusaha akan kembali menginventasikannya pada perekonomian dalam negeri. Faktanya tidak. Stiglitz mengakui kesalahan yang diperbuat oleh World Bank, IMF dan Amerika yang suka memaksakan reformasi ekonomi dan membuat negara yang tadinya baik-baik saja malah perlahan mengalami kehancuran.

Saya kaget membaca 1 dari 12 orang di Amerika tidak dapat mengakses makanan, seperlima anak di sana hidup dalam kemiskinan. Anak muda terjebak hutang sekolah / kuliah hingga berpuluh tahun setelah mereka lulus, itu pun baru bisa dibayarkan kalau mereka punya pekerjaan. Sebagian besar tenaga kerja bekerja paruh waktu bukan karena pilihan, tapi terpaksa karena tak banyak lowongan pekerjaan tetap. Infrastruktur di Amerika tidak pernah diperbaiki dan ditambah (entah sejak kapan). Sementara anggaran kesehatan dan pendidikan dipotong, Amerika memberikan anggaran teramat besar pada militer untuk perang Irak-Iran, Irak Kuwait dan Afghanistan. Diskriminasi terus terjadi terhadap perempuan, dan orang dengan kulit berwarna. Di sisi lain 1 persen orang kaya atau elit di Amerika hanya membayar 15 persen dari penghasilannya kepada negara, dan menikmati 93 persen pemasukan antara tahun 2009-2010. Dengan situasi ini, Amerika adalah negara dengan kesenjangan sosial, dan inequality opportunities atau kesenjangan dalam kesempatan hidup terbesar di antara negara-negara maju dunia.

Stiglitz ngeri membayangkan apa yang akan terjadi dengan Amerika di masa depan. Perbaikan harus segera dilakukan terutama di sektor, infrastruktur, teknologi, pendidikan dan kesehatan. Anak-anak tidak boleh hidup dalam kemiskinan. Mereka tidak pernah bisa memilih orang tuanya yang miskin, karena itu negara harus hadir untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar anak-anak untuk pendidikan dan kesehatan. Orang tuanya yang terjebak dalam hutang cicilan rumah (housing buble 2008) harus diputihkan agar mereka bisa menyisihkan penghasilan untuk kesejahteraan keluarga. Model hutang pendidikan harus diputihkan agar tidak semakin menjerat anak-anak muda. Bagaimana mereka bisa berpikir kreatif dan meningkatkan potensinya jika harus memikirkan cicilan yang belum tentu sesuai dengan penghasilan. Sebagai gambaran saja, cicilan hutang pendidikan ini tidak serta merta hangus ketika si anak meninggal, orang tua harus meneruskannya hingga lunas. Menggairahkan kembali aktivitas asosiasi buruh yang dilemahkan sejak Reagan. Asosiasi inilah yang dapat membuat posisi tawar buruh terhadap perusahaan kuat. Yang di atas, 1 persen orang elit itu jangan lagi diberikan potongan pajak, mereka harus bayar pajak sesuai ketentuan, sesuai porsinya. Pajak itulah modal utama pemerintah untuk membangun infrastructure, berinvestasi dalam pendidikan dan riset, teknologi dan kesehatan. Stimulus paling tepat adalah membangkitkan kemampuan orang untuk melakukan demand terhadap sebuah produk ekonomi. Seseorang dengan income terbatas, tentu tidak berpikir untuk mengeluarkan melakukan transaksi pembelian, ekonomi akan macet. Teori dasar ini tetap berlaku dari zaman pertanian, industry bahkan di masa pelayanan service saat ini. Tidak ada demand, supply akan macet. Menciptakan demand adalah dengan memperbaiki situasi ekonomi yang ada.

Aset terbesar sebuah negara adalah manusia di dalamnya. Menghormati warga dengan pemenuhan hak-haknya akan menstimulus mereka untuk keluar dengan potensi terbaiknya dan itu modal perbaikan ekonomi. Ketidakadilan dalam ekonomi akan melahirkan ketidakstabilan politik di sebuah negara. Dan ini akan seperti lingkaran setan jika tidak diputus secepatnya. Keputusan itu ada di tangan pemerintah.

Oh ya Stiglitz bilang Growth atau pertumbuhan harus dimaknai bukan sekedar dari pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh GDP, tapi tentang pertumbuhan sosial, kesejahteraan masyarakat juga termasuk di dalamnya tentang lingkungan yang terjadi. Stiglitz yakin Growth tetap bisa dicapai secara berkelanjutan. Menjaga dan menyelamatkan lingkungan, manusi dan ekonomi bisa dilakukan bersamaan. Ini sangat berbeda dengan Hickle yang menggaungkan DeGrowth untuk memperbaiki lingkungan dan manusia di dalamnya.

425 halaman ini jika tanpa diganggu kerjaan sebenarnya selesai satu minggu saja hahaha. Bahasa yang digunakan sederhana dan insya Allah mudah dimengerti awam. Kata suami, iyalah harus begitu, dia kan ekonom, dia tahu kalau pakai Bahasa ajaib, bukunya ga akan laku J haish iya juga.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s