
Ini masuk bulan ketiga telepon pintar saya bisu bahkan tak bergetar sama sekali dan saya justru menemukan ketenangan di sana. Saya tidak perlu merasa bersalah karena lamban memberikan respon ketika telepon bergetar yang bisanya ditujukan untuk pesan kepada saya pribadi dari grup WA atau dari WA. Mungkin karena saya bukan orang penting, sebagian besar pesan yang masuk pribadi itu memang tidak terlalu penting. Saya tidak perlu merasa bersalah karena tidak mengangkat telepon dari seseorang di sana – yang semakin jarang terjadi karena orang lebih senang berkirim pesan teks daripada bicara langsung.
Lawan bicara saya boleh tersinggung karena mungkin merasa tak dianggap penting oleh saya. Tetapi kawan, begitu saya membuka telepon dan melihat pesan, secepat itu pula saya akan membalas yang penting-penting itu. Saya bukan orang pelit, kalau sangat penting, saya lebih milih menelpon daripada berlama-lama mengetik dan menunggu balasan.
Ini adalah bagian saya mengendalikan kebisingan hidup. Saya yang kendalikan telepon itu, bukan sebaliknya. Saya yang menentukan mana yang lebih penting untuk dijawab dan tidak, bukan telepon itu. Coba deh tengok lagi WA Group, lebih banyak yang pentingnya atau sebaliknya? Lebih banyak diskusi ha ha ha hi hi hi daripada hal substantive. Sangat perlu buat menghibur diri, seringkali saya menikmati tapi berusaha untuk tidak nimbrung. Hanya WA Group dengan sahabat yang saya rajin ikut berkomentar, karena kami saling berjauhan dan saling merindu. Dari hampir belasan WA Group, hanya tiga yang saya aktif di dalamnya. Selebihnya? Ngabisin baterai aja sik, tapi selama tidak mengganggu hal pribadi, saya biarkan saja, demi jejaring.
Kemarin di hari Nyepi, saya sengaja mematikan data internet di telepon dan menghabiskan hari dengan membaca dan bekerja. Hasilnya adem beneran.
Bukan satu dua kali sebenarnya saya mematikan data internet. Toh waktu kerja di pedalaman, saya sangat menikmati kehilangan sinyal. Dua minggu kemudian baru membalas semua hal dari WA, email dan telepon. Tetapi ceritanya beda kalau ada di kota, begitu bisingnya dan besarnya gangguan untuk ikutan terlibat diskusi di sosial media, yang kadang ya ga penting-penting amat. Di musim politik ini semua ingin terlibat, dan terlihat “pandai,” ya ya ya… saya senyum aja… monggo silakan nikmati, mumpung musimnya berpesta yang katanya demokrasi.
Sosial media saya diusahakan hanya isi ngademi, dan kalau bisa melucu karena hari-hari ini orang tidak lagi bisa melucu tanpa nyinyir. Saya memilih jadi doer daripada talker, mengerjakan apa yang bisa dikerjakan di lapangan, bukan sekedar bicara-bicara. Kalau pun masih ada di sosial media, itu untuk mengabarkan hal baik, ada banyak kerja baik yang dilakukan orang baik di luar sana, bukan di sosial media. Dan ternyata membuat sunyi dan mengendalikan kebisingan itu sangat perlu, buat hidup adem.
Di telepon genggam saya yang paling penting adalah Spotify tetap hidup, yang lain bonus saja.