Cara berpikir kelima ekonom abad 21 itu adalah merancang alur distribusi. Mainstream ekonom menggunakan kurva Kuznets dengan matranya tentang ketidakadilan: ‘akan memburuk dulu sebelum akhirnya membaik dan pertumbuhan (ekonomi) akan memperbaikinya.’
Tapi ketidakadilan sosial itu bukan konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi, itu sik kata Raworth adalah kegagalan dalam desain ekonomi. Ekonom abad 21 akan mengenali banyak cara untuk merancang ekonomi yang lebih adil dalam distribusi nilai yang dihasilkan. Kita tidak lagi sekedar bicara tentang distribusi pendapatan, tapi juga kesejahteraan yang lebih spesifik terletak pada siapa yang menguasai lahan, badan usaha, teknologi, pengetahuan dan kekuasaan untuk mencipta uang.
Selama ini pertumbuhan ekonomi dunia hanya dikuasai oleh 1% konglomerat dan elit politik-ekonomi, sisanya terbagi-bagi tidak merata. Dalam narasi neoliberal, kata ketidakadilan secara politis dilarang muncul karena dianggap liar dan bentuk sosialis. Dalam buku ini dicontohkan bentuk-bentuk ketidakadilan yang terjadi dalam sebuah negara, tingginya angka kehamilan remaja, gangguan kejiwaan, penggunaan narkotika, obesitas, angka drop-out dari sekolah, rendahnya angka harapan hidup, status rendah bagi permepuan dan kepercayaan antar anggota masyarakat yang rendah. Dampak ketidakadilan ini menurut Richard Wilkinson dan Kate Picket adalah merusak tatanan sosial seluruh masyarakat.
Ekonomi donut mencoba menyelesaikan ketidakadilan ini dengan mendistribusikan nilai yang diperoleh aktivitas ekonomi secara adil dalam jejaring. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang jalur distribusi ekonomi :
- Siapa yang menguasai lahan? – mendistribusikan kepemilikan lahan dalam sejarah adalah salah satu cara untuk mengurangi ketidakadilan secara nasional. Ini tentu juga terkait dengan tanah masyarakat adat, bagaimana kearifan lokal disertakan di dalam urusan distribusi pemilikan tanah.
- Siapa yang membuat uangmu? Merancang ulang sistem moneter bukan hal yang mustahil di era ini. Beberapa lembaga menciptakan alat tukarnya sendiri dengan menggunakan voucher misalnya, untukl mendorong perekonomian lokal, memberdayakan komunitas marjinal, sebagai bentuk penghargaan pada pekerjaan yang selama ini tak berbayar. Dan alat tukar ini bisa digunakan dan berlaku secara lokal.
- Siapa yang memiliki ‘labour’ atau tenaga kerja? Salah satu yang terbaik adalah membuka peluang perusahaan dimiliki sahamnya oleh karyawan atau dalam bentuk koperasi. Ada banyak contoh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh karyawan atau yang berbentuk koperasi. Salah satunya John Lewis Partnership di Inggris yang tahun 2011 meningkatkan asetnya hingga 50 juta poundsterling dan mengundang karykawannya untuk membeli obligasi lima tahun dengan pengembalian untung 4.5% pertahun dan 2% dalam bentuk voucher belanja.
- Siapa yang akan memiliki teknologi robot? Ini ketakutan yang muncul di era ini. Tapi Kate Raworth bilang, ada yang tidak bisa dikalahkan oleh robot, yaitu soal kreativitas, empati, wawasan dan kontak antar manusia, ini yang dibutuhkan dalam banyak pekerjaan mulai dari guru sekolah dasar, direktur lembaga kebudayaan, psikolog, pekerja sosial dan pengamat politik. Jadi jangan takut tersaingi oleh robot. Dan Pemerintah, harusnya bisa tegas untuk menarik royalti dari perusahaan pemilik robot yang diciptakan lewat pendanaan sosial.
- Siapa pemilik ide? Hak paten mengangkangi pengetahuan yang secara tradisi merupakan milik umum. Joseph Stiglitz menulis, “We have designed an expensive and unfair intellectual property regime, that works more to the advantage of patent lawyers and larg corporations than to the advancement of science and small innovation.” Tapi kita hidup di masa collaborative commons, atau kolaborasi bersama, dimana jutaan inovator bersama-sama berkreasi dan menggunakan free open source software yang disebut FOOS, atau free open source hardrware atau FOSH. Yang harus ditegaskan oleh pemerintah sekali lagii bahwa semua penelitian yang dibiayai oleh publik harus menjadi milik publik, tidak boleh dipatenkan oleh satu pihak tertentu. Yang masih kurang saat ini adalah platform digital global yang bisa menyatukan peneliti, mahasiswa, pengusaha dan perusahaan, juga NGO di dunia untuk berkolaborasi mengembangkan free open source technologies.
Ekonom abad 21, tidak akan menunggu datanya reformasi kebijakan dari pemerintah pusat, tapi mereka akan bekerja dari bawah bersama jejaringnya untuk melakukan revolusi dalam pendistribusian kesejahteraan.