Membebaskan Diri Dari Utang

Standar

Saya ini boros, itu dulu. Tahu cerita Shop-acholic? Saya pernah seperti itu. Setiap kali stress, obatnya belanja, bukan baju bermerk, tapi lebih sering jajan. Tidak terasa, tiba-tiba tagihan kartu kredit membludak! Panik, jelas. Gaji saya tidak besar, dan masih ada tanggungan keluarga. Kartu kredit yang tadinya direncanakan untuk kejadian darurat, akhirnya, blas, semua darurat. Tiap stress, darurat makan, setiap mau ada ketemu klien, darurat merasa ga punya baju. Saya merasa jadi orang tidak tahu diri, gaji ga seberapa, kebanyakan gaya.

Sudah, itu sudah lewat masanya.

Ketika harus pergi sekolah 2015, saya mulai panik. Tagihan sudah banyak, darimana bayarnya, iya kali dibayar pakai uang beasiswa bulanan yang 60% habis buat bayar kos dan biaya hidup. Kawan saya harris bilang, jangan pernah, sekali lagi, jangan pernah gesek kartu kredit di sana (London) ya nit. Pertama karena lintas negara, peluang di hack lebih besar, ngadunya susah. Akhirnya, terakhir menggunakan kartu kredit itu sekitar Agustus 2015, sejak itu sampai hari ini, berhenti!

Sejak 2015 juga, hidup saya seperti dicekek utang. Ya kartu kredit, ya kredit rumah. Senangnya karena tidak ada yang bisa menjangkau saya untuk menagih, tapi saya tahu diri lah, utang tetap utang, mohon bersabar, saiah sedang sekolah.

Pulang sekolah 2016, satu per satu urusan diberesin. Rumah yang sudah masuk proses dilelang, berhasil direbut kembali (sambil nyanyi halo-halo bandung), megap-megap mengumpulkan uang sekitar 11 jutaan untuk melunasi tunggakan. Akhirnya bisa dicicil kembali, masih ada sampai 2025, tinggal sedikit sih, emez belum ketemu rezekinya buat ngelunasin.

Nah kemarin, leganya ya Allah, seperti lancar dari sembelit bertahun-tahun. Akhirnya ada rezeki menutup lunas utang kartu kredit, sampai nilai sennya saya bayar.

Kalau saya di Cina, barangkali saya kemudian masuk dalam kategori penduduk dengan rangking buruk. Sudah tiga tahun tidak menggunakan kartu kredit, masih menunggak pula. Kemarin barangkali naik peringkat, tapi saya sudah berjanji tidak mau menyentuh kartu itu lagi. Seperti panggilan setan, tiap kali kartu itu ada di dompet, mata saya bisa diajak menelusuri mal dan café lucu, lalu ada bisikan “gesek aja, nanti kan tinggal bayar abis gajian.” Pret!

Bebas dari utang itu rasanya luar biasa merdeka. Ibarat kata, jika Allah memanggil saya pulang besok, insya Allah tidak ada beban buat keluarga untuk melunasi utang, tidak ada dendam dari yang berpiutang. Hidup sederhana dan apa adanya ternyata bisa kok, buktinya 3 tahun tanpa kartu kredit, saya masih bisa cakep dan kenyang, masih bisa jalan-jalan pula.

Tabungan gawat darurat buat saya tidak dalam bentuk kartu kredit (lagi!), tapi bisa dalam tabungan di bank, logam mulia, atau perhiasan emas. Setelah satu lubang tertutup, saya sedikit leluasa berpikir untuk menanamkannya pada hal lain, halal dan manfaat. Insya Allah…

 

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s