Nada mengantri di depan kasir kedai kopi di kampus. Paul, barista, tersenyum menyambut Nada. ‘Regular soya capuccino with chocolate on top, right?’
‘Yes. You got it right Paul.’
Tanpa Nada ketahui, Mika sudah mengantri di belakangnya. ‘How come Paul knows your coffee better than me?’
‘Oh my God, not again. MIKA!’
‘Do you know my coffee Paul’ Teriak Mika pada Paul yang sedang meracik kopi pesanan Nada.
‘Yes sure do sir. You are Americano.’
Nada membayar dan pergi tanpa bicara pada Mika.
‘What now? Where are you going? Why do you so piss on me? Are we breaking up?
Nada membalikkan badan dan melotot…’Oh my God, you are such a pain in the ass!
Mika membututi Nada. Ini sudah hari ketiga sejak kejadian di Trafalgar Square, Nada menolak bicara padanya. Mika duduk di hadapan Nada
‘Look, I am sorry. Aku berlebihan.’
‘Memang.’
‘Jangan marah. Please. Aku tidak tahan kamu diam.’
‘I am not angry. Seperti kamu bilang, waktu kita terlalu sebentar untuk memelihara perasaan apa pun, termasuk marah.’
‘So are we cool?’
‘Yeah we are cool.’
‘I got seizure two nights ago, after sex.’
Nada hamper memuntahkan kopi dari mulutnya. Ini tidak mungkin terjadi. Dalam teori mana pun, sex buat tubuh relax. ‘How come?’
‘I know it was weird. It never happened before. I am sorry for her. She must be panic and I feel so bad for gave her trouble.’
‘She understands, you don’t want it to happen neither. You couldn’t help it. Where did happened? In her place?’
‘Yes. Before the ambulance arrive, I was awake and refuse to be taken to the hospital. I come back the next afternoon. She forced to taking care of me.’
‘I bet! Why you didn’t call me, I can pick you up from her place.’
‘You were angry with me. I really feel so lonely afterwards.’
Nina berdiri dan memeluk Mika.’I am sorry Mika. I promise, even if you are acting like a jerk, I will be angry of course, but I will keep talking to you.’
‘But I am not a jerk.’
‘Of course, you are not my dearest friend.’
‘Jangan pergi ya.’
‘Setiap kita akan pergi, pulang ke rumah masing-masing.’
‘I don’t want to hear that. Just don’t leave me. Stay.’
‘Hey, I am here for you… for now.’
Jemari Mika luka lagi, juga bibirnya. Dia menahan kejang.
Nada
Mari kuceritakan apa yang diderita Mika dan aku ingin dunia tahu agar aku tak sendirian menjaganya. Mika menderita epilepsy, dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan ayan. Iya penyakit yang penderitanya sering banget dicemooh atau dibully, dianggap sebagai penyakit memalukan. Itulah sebab mereka yang menderita epilepsy memilih diam dan hanya bercerita pada satu atau dua orang. Mika bercerita padaku setelah serangannya kumat di Jakarta, di depan kawanku yang panik setelah mati karena tidak tahu apa yang terjadi padanya. Kalau aku tak paksa dia cerita, barangkali sampai hari ini aku dan Mika hanya teman biasa. Tapi karena aku memegang rahasianya, dan dia merasa nyaman untuk berceirta denganku, maka kami tak bisa dipisahkan.
Kejadian dia terserang epilepsy malam dia kencan, barangkali kesalahanku. Badannya memang relaks dan santai, tapi kepalanya tidak. Dia pikir aku marah tak mau bicara lagi padanya. Kamu tahu masalah dia terbesar apa? Over thinking! That is it! Terlalu banyak mikir hal yang tidak seharusnya dipikirkan, memperbesar masalah yang sebenarnya kecil saja. Aku tidak semudah itu marah pada siapa pun, lagian cuma personalan Soya Capuccino, ya elah… Inggris mau nge bom Syiria tuh besar. Brexit tuh masalah besar. Kalau cuma aku kesal karena seolah dia ingin menguasai waktuku, ya sudah lah, aku tidak pikir itu sebagai masalah. Gemas!
Mika
Dia pasti pikir masalah Soya Capuccino itu kecil. Buatku tidak. Kamu tahu bicara soal penyakit ayan itu tidak gampang, tidak semua orang bisa mengerti, tidak semua orang will stand by your side setelah mengetahui hal itu. Penyakit ini seperti kutukan buatku. Dalam banyak cerita kutukan bisa dicabut, epilepsy itu tidak. Aku tahu aku bisa mati kapan saja ketika serangan itu datang. Setiap kali serangan datang, ribuan sel di otakku mati. Aku tahu aku tak boleh tinggal sendirian ketika serangan itu datang, aku tidak boleh stress, aku harus bisa mengantisipasi serangan itu, karena sebenarnya penanda itu ada. Tapi aku tidak bisa, mungkin aku lemah. Nada itu menyebalkan, dia tidak mengerti bahwa aku tidak bisa ditinggal sendirian. Kalau dia tak bisa menemaniku, paling tidak jangan membuat aku tambah pusing.
Iya malam itu harusnya aku senang-senang. I did. But she was on my head, god damn it! Dia buat aku terus memikirkan bagaimana kalau dia berhenti bicara denganku sama sekali? Lalu siapa yang bakal menemani hari-hariku di sini? It is my fault I know. I cannot help it. Maksudku kan bercanda, kenapa dia sensitive sekali sih. Mungkin dia sedang PMS. Aku harusnya bisa juga membaca mood nya. Tapi kan dia… ah sudahlah…. Dia bersamaku sekarang.
Narator
Maaf menyelak, menurutku penting untuk menjelaskan apa itu epilepsy dan bagaimana si penderita maupun orang terdekatnya bisa berjaga-jaga sebelum kejang-kejang itu datang. Epilepsy atau ayan itu adalah kelainan pada syaraf yang membuat si penderita kejang-kejang, kehilangan kesadaran. Sering diasosiasikan seperti aktivitas listrik dalam otak dan biasanya memicu penyakit lainnya untuk muncul. Apa yang muncul kemudian dari kejang-kejang itu? Pada Mika adalah luka-luka, iyalah ketika kejang, tanpa sadar tangannya akan memukul-mukul, kakinya menendang. Lalu daya ingat berkurang, juga kemampuan untuk focus pada satu hal. Mood nya naik turun, mudah depresi dan cemas. Efek samping dari obat muncul dan berkurangnya kemampuan reproduksi. Terakhir, penyakit ini bisa menyebabkan kematian karena komplikasi antara kejang-kejang dan luka yang diderita.
Kematian!
Seharusnya Mika tahu kalau kejang-kejang itu akan datang.
Mika
I do know when it is about to come, thank you!
Narator
Jangan nyelak naratorlah… mau aku atau kamu yang menjelaskan?
Mika
Kamu saja. Cerita ini kan kamu yang punya.
Narator.
Thanks Mika. Jadi tanda-tanda kejang-kejang akan dialami oleh penderita epilepsy adalah perasaan yang aneh dan tidak bisa dijelaskan. Tiba-tiba mencium baru aneh, rasa yang aneh atau badan rasanya tidak jelas, bisa seolah-olah keluar dari ‘self’ diri sendiri. Ingatan yang loncat-loncat, sampai pada kejang di lengan, tangan dan seluruh badan, atau numbness, kebas, eh itu Bahasa pemakai narkoba, mati rasa, kepala pusing, dan lemas.
Bukan begitu Mika?
Mika
Yes. That is so true! Dan aku sudah pernah memberikan tanda-tanda ini pada Nada. She doesnot pay attention enough to me. Itu yang buat aku sedih, sakit hati. Nada harusnya mencatat ini, harusnya dia mencari tahu apa yang terjadi padaku, bahkan sebelum kejang-kejang itu datang. In the end of the day, you just have to realize that I am on my own, like always. Am I over thinking again? Bagaimana bisa aku memindahkan tanggungjawab hidupku pada orang lain. Nada punya hidupnya sendiri.
Tapi paling tidak, kamu mengerti kenapa Soya Capuccino itu bukan sekedar soya cappuccino buatku? Karena kalau aku depresi, aku ingin Nada relaks, dan membuat aku tenang. Tapi dia selalu tampak ‘sibuk’ untukku.
Nada
Please look everything from my side too. Aku tahu sesuatu bakal terjadi pada Mika setiap kali dia hilang konsentrasi ketika bicara denganku. Atau bahkan dia lupa apa yang terjadi kemarin, baru kemarin. Suatu kali di kereta dia pernah bilang padaku kalau dia akan minta bantuan psikolog kampus untuk membantunya karena dia punya masalah dengan konsentrasi di kelas. Dia bilang ADHD, atau Attention Deficit Hyperactive Disorder, kesulitan untuk focus pada beberapa tugas dan subjek.
‘Loh bagus dong, artinya dalam satu waktu bisa kamu kerjakan semua hal.’
‘Itu beda Nada. Itu kemampuan multitasking. Sedangkan aku, tidak bisa mengerjakan satu hal sampai selesai, tidak ada satu pun bisa selesai kukerjakan. Essay semester kemarin, aku minta mundur sebulan tapi dengan rekomendasi psikolog kampus. Tapi hasilnya dong.’
‘Berapa?’
‘85’
‘What the fuck!’
Do you know how sad it is, tahu temanmu itu jenius tapi makin hari kemampuannya berpikir akan berkurang karena epilepsy? Sakit. Sedih!
ADHD nya itu bukan bawaan, yang bawaan adalah epilepsy-nya yang kemudian berdampak pada kemampuan Mika berkonsentrasi pada satu hal. Pantas saja dia suka mengusai meja di perpustakaan, tiba-tiba tak hanya buku, dia juga gelar kertas A3 untuk menggambar, lengkap dengan semua perlengkapannya. Tiga hal dia kerjakan bersamaan, tapi kemudian dia akan bilang, ‘Aku lelah. Jalan-jalan yuk.’
Aku merasa kalau sesuatu bakal terjadi pada Mika, tapi aku bisa apa? Kami tak tinggal bersama satu atap. Aku tidak bersamanya 24 jam. Sesuatu bisa saja terjadi padanya kapan saja.
‘Pindah ke Out of The Brew yuk.’
‘Kenapa? Sudah selesai baca bahan seminar besok?’
‘Belum. I need stronger coffee. Feeling Depresso’
‘Hahaha… the horrible feeling before coffee.’
(Out of The Brew, London)