Akhirnya kepincut juga untuk menulis ini. Beberapa kali mendapati netizen yang membela guru habis-habisan dan nyinyir pada orang tua untuk mengajar anaknya yang ‘badung’ di rumah. Bapak ibu sekalian, saya memang belum pernah brojolin anak sendiri, tapi bukan berarti saya lahir dari batu lalu mendadak besar seperti ini. Proses 38 tahun jadi manusia membuat saya percaya bahwa saya sampai di sini hari ini berkat orang tua yang luar biasa dan didukung bapak ibu guru saya yang juga sama luar biasanya. Bahwa pendidikan bukan tanggungjawab cuma guru di sekolah atau orang tua di rumah. Ini kan pengetahuan umum yang paling mendasar, pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama… knock knock…
Lalu kenapa orang tua merasa paling berjasa dan juga sebaliknya. Ga lah… pendidikan itu hak anak yang wajib diberikan oleh orang tua, guru dan difasilitasi negara. Kalau anak-anak bandel itu mesti dilihat dari hal yang paling holistic, sudahkah kita mengenali alasannya? Pernah ga sih sesekali mendengarkan mereka, belajar mendengar bukan komentar. Cobain deh latihan mendengarkan anakanak dan remaja itu tanpa sekalipun menyelak ucapan mereka, barang 5 menit saja, lalu naik tingkat 10 menit dan seterusnya.
Anak-anak tetap anak-anak yang penuh rasa penasaran soal banyak hal, tentang dirinya sendiri secara fisik, tentang lawan jenis, tentang sahabatnya. Penasaran apakah kalau terjun bisa langsung mati, kalau jatuh pasti sakit, kalau main api pasti terbakar?
Kalau tak sempat menemani mereka berkembang, jangan menghakimi bagaimana cara mereka mengembangkan diri sendiri. Kalau terlalu banyak waktu bersama mereka, lepaskan sedikit kekangan. Saya tak sedang mengajari bagaimana jadi orang tua, karena pasti kamu akan bilang, tau apa saya soal mendidik anak. Saya sedang mengajak kamu untuk menjadi sahabat mereka. Sahabat paling dekat saya adalah mami, di rumah, di Jakarta. Semua hal saya ceritakan padanya dan itu membuat saya nyaman.
Saya bergaul dengan anak-anak sejak lama, di kantor dengan kawan kerja yang usianya 10 tahun di bawah saya, memfasilitasi ratusan anak-anak luar biasa bersama Ashoka, bergaul bersama petani muda di sarongge sejak 2008, dan hari ini, saya tetap yang paling tua di kelompok pertemanan di kampus. Saya ngobrol asik dengan Herbie 4 tahun, Luih 14 tahun dan Ella 16 tahun, tanpa kesulitan bahan bicara. Cuma dengan bergaul dengan mereka, kamu akan tahu apa yang mereka resahkan dalam hidup dan bagaimana mereka ingin dibantu.
Jangan jadi orang tua yang so toy di depan mereka, dengan merasa paling tahu dunia. Bagaimana bisa kamu kasih tahu anakmu jangan naik sepeda nanti jatuh dan sakit, sementara kamu tahu tanpa babak belur besut di kaki kiri kanan, kamu ga akan bisa mengayuh puluhan kilometer dengan sepedamu itu. Biarkan dia jatuh, dengan kamu di sisinya, menepuk bahunya, sakit adalah proses menjalani hidup, termasuk di dalamnya menangis, tertawa dan jatuh cinta.
Kalau anak ‘nakal’ lalu dihakimi masyarakat, netizen dan dikeluarkan dari sekolah, lalu masa depannya tanggungjawab siapa sekarang? Rrrr pengen ngamuk rasanya. Tidak semudah itu mengeluarkan anak-anak dari sekolah karena dia nakal atau hamil misalnya. Mereka tetap anak-anak, punya hak mendapatkan pendidikan yang terbaik, sekolah tidak bisa lepas tangan begitu saja dan menyerahkan pada orang tua. Begitu juga orang tua yang tidak bisa begitu saja memperlakukan sekolah seperti penitipan anak. Kalau orang tua dan guru bermasalah, selesaikan layaknya orang dewasa, tapi berhenti menjadikan anakanak sebagai objek! Pause! Berhenti sejenak untuk saling menyalahkan, kembali ke titik awal, bahwa semua yang ingin dilakukan bersama adalah untuk kepentingan anak, tolong dengarkan mereka, have a little empathy for them will you… be a kid for a moment, see the world through their eyes…