Saya Berhak Menikmati Sepakbola Tanpa Dilecehkan Secara Seksual!

Standar

Semalam saya menonton pertandingan sepakbola antara Jerman melawan Italia di sebuah pub, karena sekalian menghadiri undangan ulang tahun seorang kawan. Pertandingan sepakbola selalu bisa membuat saya excited, apalagi kalau yang tanding adalah kesebelasan kesayangan saya Jerman. Dunia saya Cuma satu untuk 2×45 menit beserta tambahan waktu dan penalty, untuk Jerman. Di sebelah kiri adalah tiga pria Perancis yang mendukung Italia, di kanan saya ada sahabat saya dari Vietnam yang juga pendukung Italia. Di meja depan adalah dua pria dan satu perempuan yang juga mendukung Italia. Jadilah saya satu-satunya perempuan pendukung Jerman dalam kelompok kecil itu.

Saya meloncat ketika Ozil melesakan gol cantiknya, lalu berteriak kecewa ketika Boateng melakukan kesalahan yang bikin Italia mengimbangi skor lewat penalty. Yes I am that into football. Tetiba lelaki di depan saya persis berteriak, ‘German CUNT’, dan saya dengar itu, lalu lelaki sebelahnya menatap wajah saya. Saya tidak berpikir macam-macam saat itu karena terlalu sibuk sama pertandingan yang akhirnya setelah melewati perjalanan menegangkan, dimenangkan oleh Jerman, tim kesayangan saya. Lalu saya lupa pada kata-kata itu.

Sampai ketika saya cerita pada sahabat saya dan dia kaget, dan berharap saya tidak menanggapinya serius atau mengambil hati kata-kata itu. Karena dia bilang seperti itulah maka saya penasaran untuk menggoogle apa arti Cunt, lalu tetiba saya sadar, sesadarnya bahwa kata-kata itu ditujukan bukan pada penggemar Jerman yang lain, tapi spesifik pada saya. Kata C itu merujuk pada vagina, kalau dalam bahasa Indonesia yang ditujukan untuk menghina seperti kata pelacur. Saya langsung lemes, sedih, sesedih-sedihnya. Kepercayaan diri saya jatuh seketika. Salah saya dimana?

Saya curhat pada temen perempuan saya dari Amerika, dia menjelaskan ‘C’ word itu adalah seburukburuknya kata yang ditujukan pada perempuan di negaranya, dan haram disebut di tempat umum. Lalu dia yang juga pernah mengalami pelecehan seksual bilang, butuh waktu buat kita perempuan mencerna memang, apalagi di dunia yang kata-kata buruk terhadap perempuan kadang dianggap hal biasa. Bagus saya segera meyadarinya, bahwa saya berhak marah dan sedih di saat bersamaan itu adalah benar.

Pelecehan seksual tak harus fisik tapi juga verbal. Apa yang saya alami semalam adalah bentuk pelecehan seksual. Apa itu pelecehan seksual? Dalam Undang-Undang Kesetaraan 2010, pelecehan seksual adalah bentuk dari diskriminasi yang bisa dibawa ke pengadilan. Pelecehan seksual adalah perilaku yang tidak diinginkan yang bersifat menghina dan membuatmu merasa terintimidasi, dipermalukan secara seksual salah satunya lewat komentar atau canda. (https://www.citizensadvice.org.uk/discrimination/what-are-the-different-types-of-discrimination/sexual-harassment/)

Saya lempar cerita ini ke grup di whatsapp dan mendapatkan reaksi yang beragam. Teman lelaki saya bilang bahwa itu tidak masuk dalam kategori pelecehan seksual dan C word itu biasa aja digunakan di negara ini termasuk di Australia. Lalu kawan lelaki dari Australia bilang, ntar dulu, kalau gue ngomong C ke pacar gue, dia juga bakal ngamuk. Temen perempuan saya lain bilang,’gue ga keberatan kok dikatain C, buat gue biasa aja.’ Lalu sahabat saya Dan bilang, betapa kawan lelaki saya yang pertama bilang itu dari perspektif lelaki, disebutnya sebagai Mansplaining! Dan ga  satu pun dari kami yang berhak menyebut bahwa Nita bukan korban. Itu seperti yang banyakan terjadi, korban disalahkan.

Pengen lari menangis di pundaknya seketika. Terima kasih untuk kata-kata yang membuat saya merasa tegar dan didukung. Saya korban dan jangan lagi disalahkan untuk apa yang terjadi. Ketika temen saya yang lain bilang,’Lu milih sepakbola, olahraga yang penuh kekerasan.’ Ya Tuhan, bahkan ketika perempuan menikmati pertandingan tinju, tidak ada satu pun orang yang berhak menghinakan dan melecehkan pilihannya. Sedih….

Ketika kawan perempuan saya bilang, dia ga keberatan dipanggil C word. Itulah cerminan perempuan kebanyakan, menerima hinaan sebagai hal yang wajar. Saya tidak. Tidak sama sekali. Itu menyakitkan! Seperti kaum lelaki di dalam pub itu semalam, saya berhak berteriak, dan menikmati pertandingan sepabola sama seperti berhaknya saya berdansa sesuka hati tanpa diganggu siapa pun.

Tadinya saya berharap tidak mendengar kata-kata itu, tapi sekarang saya bersyukur mendengarnya, lalu melemparnya sebagai bahan diskusi. Saya jadi belajar betapa rentannya perempuan dilecehkan dalam verbal, betapa lalainya perempuan mencerna itu sebagai sebuah hinaan. Butuh waktu buat saya untuk bisa meredam marah dan sedih lalu menumpukan kembali kepercayaan diri untuk kembali ke ruang publik dan menikmati lagi pertandingan sepakbola bersama kawan-kawan di pub. Tapi takut dan lalu menghindar? Tak ada dalam kamus saya, tidak juga kamu.

sexual harrasment

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s