Perjalanan ini tidak direncanakan jadi pencarian arti diri atau spiritual journey, beneran. Tapi setiap perjalanan yang saya lakukan selalu berkesan dan memberikan pelajaran penting yang membuat saya merasa kecil sebagai manusia di antara manusia lain dengan jutaan cerita. Termasuk dalam perjalanan ke Sorong untuk pertama kalinya ini.
Beberapa minggu sebelum berangkat saya menghubungi narasumber yang ingin saya wawancara untuk pekerjaan, Suster Zita, seorang biarawati dan juga perawat di sebuah klinik di kota Sorong. Saya minta bantuan beliau untuk dicarikan penginapan yang sederhana saja. Beliau menawarkan tinggal di rumahnya, di kesusteran, milik kepasturan. Tanpa pikir panjang, saya bilang… mauuu dooong…
Saya memang selalu tertarik mengetahui tentang agama yang berbeda, dan semuanya sama, memuji pada hal yang sama, Tuhan dalam ragam nama. Saya selalu merasa dekat dengan Tuhan ketika menjadi minoritas, mendapati diri saya lebih menghargai kawan-kawan baru saya yang berbeda dalam agama, budaya dan cara pandang. Saya kecil, kecil sekali… biar lebay, da say amah apa atuh, Cuma butiran debu… tssaaah…
Tempat saya tinggal itu sebuah rumah sederhana, di depannya ada gereja protestan dan di samping kanan pintu masuk adalah gereja katolik. Dalam komplek yang sama ada tiga masjid. Saya belum berkeliling, tapi begitu kata suster zita.
Saya masuk ke dalam ruangan yang disambut Tuhan Yesus dalam bentuk patung dan poster, berbagai pesan mengutip al kitab terpampang di dinding, dan note “Selamat datang di Papua” ada di setiap sudut. Saya sungguh terharu. Tempat ini punya banyak kamar, kata suster zita karena suka kedatangan banyak tamu, para biarawati dari tempat lain yang mau belajar suka singgah di sini. Di kamar saya sendiri, tak ada salib, mungkin disesuaikan dengan agama saya, yang sudah suster tanya sebelumnya.
“Apakah kamu tidak keberatan sholat di tempat kami?,” tanya suster
“Tentu tidak Suster, saya tetap ibadah, insya Allah, dan biarkan Allah yang menilai.”
Lalu dia menunjukan arah kiblat.
Kedatangan saya persis masuk waktu Ashar, diawali dengan sedikit doa dari tiga masjid di sekeliling saya, sementara di dalam rumah, melantun lagu Ave Maria, entah siapa yang setel…. Allah terasa dekat, Tuhan itu ada…
Di meja makan malam, Suster Zita dan Suster Rena berdoa, “Terima kasih Tuhan atas hidangan yang Engkau berikan pada kami. Terima kasih telah mempertemukan kami dengan nak Nita, berikan kemurahanMu dan segala kebaikan untuknya….”
Sebelum pergi tidur, Suster Zita cerita,”besok pagi jangan kaget ya, jam 3 ada lonceng, kami doa pagi. Lalu sekitar jam 4 ada pengajian di masjid sebelum adzan Subuh. Tidurmu semoga tak terganggu.”
Hidup ini damai kalau kita saling menghargai perbedaan…. Adem….
Waktunya pulang adalah saat menyedihkan, Suster Zita menuliskan ini di ruang makan
dan inilah keluarga baru saya di Kota Sorong