Berjalan kaki di Seoul ga usah takut diserempet kendaraan bermotor atau diklakson seperti yang terjadi di Jakarta dan Bandung. Kalau tidak ada lampu pengatur lalu lintas dan penanda penyebrangan, artinya pejalan kaki “berkuasa.” Contohnya di Myeongdong, mobil memang tidak dilarang untuk memasuki area pertokoan ini tapi mereka harus bersabar luar biasa untuk bisa lewat sementara pejalan kaki yang jumlahnya banyak itu melintas di depan mereka. Kalau di jalan raya yang jelas memiliki rambu lalu lintas, berani pejalan kaki melanggar, barangkali yang kena tilang adalah si pejalan kaki itu sendiri.
Yang menarik dari kota ini juga kebersihannya yang luar biasa. Lagi-lagi saya harus membandingkannya dengan kota Jakarta dan apalagi Bandung, cantik tapi jorok, seperti gadis manis ga mandi berbulan-bulan, bau.
Saya jarang melihat tong sampah di jalanan. Pun yang ini ada di taman. Tapi bukan berarti orang membuang sampahnya sembarangan.
Trotoarnya juga bikin iri karena bersih sekali.
Yang menarik dari rumah-rumah di sana, dilengkapi dengan cctv, kamera pemindai. Apa mereka paranoid? Entahlah, mungkin untuk membuat pemilik rumah selalu waspada.
Waspada juga penting terutama di isu listrik. Sekering listrik mereka digembok kayak begini.
Kalau bicara soal keteraturan, harus bicara soal transportasi kota. Metro subway mereka terbaik setelah Jepang dengan sembilan jalur yang bikin terkoordinasi satu sama lain. Dengan hanya bermodal peta jalur metro, ga perlu takut tersesat di kota ini. Tiket terusan bisa dibeli dengan harga 3000won dan setiap kali jalan-jalan saya isi ulang sebesar 3000won lagi. Kabarnya sih bisa di refund, tapi sampai saya pulang, isi tiket saya masih 8000won, oh….