Annyeong haseyooooo (catatan perjalanan ke Seoul bagian kesatu)

Standar

Seoul! Harus saya akui, kota ini tak ada dalam daftar tempat yang ingin saya kunjungi. Tapi begitu saya berkesempatan 8 hari di kota ini, saya malah ingin kembali lagi.

Saya tidak siap dengan bekal saku yang cukup, lagian ga akan belanja karena menurut informasi ini kota mahal. Lebih baik diam saja di kamar hotel dan berharap agenda kerja bakal padat merayap.

Bekal pribadi saya cuma $100 dan 76.000 Korean Won. Sedikit ya. Dititipi uang dari kantor untuk bekal dua orang, dari sana lah saya berharap ada sedikit napas kalau ada hal darurat seperti belanja itu kudu terjadi. Halah darurat!

Karena di kantor baru semuanya dilakukan sendiri jadi saya tahu persis berapa yang mesti dikeluarin untuk bisa berangkat ke Korea. Tiket ambil jatah promo dari Singapore Airlines $456 PP dan visa Rp 300 ribu. Dan diberi bekal dari kantor untuk berdua sebesar 5 juta rupiah. Inget ya untuk berdua. Itu pun harus dikeluarkan untuk yang sifatnya tugas, seperti transport lokal dan makan malam.

Kejam itu adalah hotel yang diberikan kepada kami adalah bintang empat yang letaknya persis di tengah-tengah Myeongdong, pusat perbelanjaan. Kejam karena godaan belanja sulit untuk ditaklukan. Saya penggila sepatu dan tas, bukan baju, dan tawaran mereka yang berjejer dengan harga diskon sungguh membunuh saya perlahan. Setiap hari saya menghitung uang, takut bercampur antara dana pribadi dan dana kantor. Bersyukur sampai akhir tugas selama 5 hari itu aman.

Begitu sampai di Incheon Airport, terkagumkagum karena besarnya, bersih dan semua teratur. Kudu diantar pakai kereta untuk sampai ke pintu keluar. Dengan terkantuk-kantuk karena pesawat berangkat jam 5 pagi, saya sudah tiba sejak jam 1 malam dan ngga bisa masuk karena pintu masuk terminal baru dibuka pukul 4.30 pagi. Begitu dibuka langsung antrian panjang. Pelajaran berharga dari online check in adalah tidak perlu antri, bisa langsung serahkan saja bukti check in di counter ngga sampai 5 menit keluar deh boading pass di Soetta.

Camera 360

 

Kembali ke Incheon, dari sini sesuai dengan petunjuk dari tim Korea, kami harus mencari pintu keluar 12A atau 5B untuk bisa naik bus airport no.6015. Beruntung begitu sampai di depan pintu bus nya datang. Supirnya pakai kaos lengan panjang, topi dan sarung  tangan berwarna putih. Dia akan menyambut penumpangnya, membantu bawaan yang bisa dimasukkan ke dalam bagasi bawah bus. Saya memilih menaruh tas punggung saya ukuran 45liter itu di dalam bus. Sebelum masuk harus setor biaya 10.000 won, atau setara dengan Rp. 100.000 saat itu. Yang unik adalah sebelum busnya dijalankan, supir bus memeriksa setiap penumpang apakah sabuk pengaman sudah terpasang. Ah sedap, seperti di pesawat saja atau di mobil pribadi, itu pun yang biasanya rajin pakai sabuk pengaman adalah temannya supir di bangku depan. Kita lebih takut ditilang daripada kematian sih.

Kalau naik taksi, harganya luar binasa, benar-benar membinasakan turis dadakan macam saya ini, 46ribu won atau sekitar Rp 460.000 setengah juta buat taksi? Dan beda waktu tempuhnya hanya setengah jam lebih cepat saja. Tentu saja naik bus lebih masuk akal. Sementara naik kereta bawah tanah tidak ada dalam petunjuk awal kami.

Meski mata setengah mati ngantuk dan badan lelah di atas pesawat setengah hari, tapi mana mungkin melewatkan pemandangan pertama di Korea. Melewati semenanjung, lalu pinggiran sungai Han, memasuki kota. Tibalah di halte Senjong Hotel. Bukan bukan hotel ini, kami masih harus berjalan ke pintu keluar subway no.7 dan lalu menikung ke kanan masuk ke daerah Myeongdong dan akhirnya menemukan hotel Skypark. Hotel ini ada di atas pertokoan. Pintu masuknya kecil di sela toko sepatu yang menggiurkan mata. Lobinya ada di lantai 11 dan mereka punya teras kecil di rooftop. Menunggu check in menikmati udara Seoul yang…brrrr 19 derajat Celsius di jam enam sore. Ah beruntung hampir setahun beradaptasi dengan udara sejuk di Bandung jadi tidak terlalu kaget lah dengan dinginnya Seoul.

Sialnya kalau lebih dingin dari 19 derajat itu. Hanya ada 1 jaket dan syal yang saya siapkan dalam tas punggung yang sudah bersama selama satu bulan terakhir keliling ke beberapa kota di Indonesia dan tidak menemukan dingin kecuali di Seoul ini.

20130929_134647

 

Begitu sampai di kamar hotel tentu saja yang diperebutkan oleh saya dan teman kerja adalah toilet. Voila! Toiletnya canggih, buanyak tombolnya dalam dua bahasa, inggris dan korea ditambah symbol bokong di tiap tombolnya. Ada pengatur volume air, temperaturnya, jarak semprot dan terakhir pengering bokong. Serunya. Kali pertama itu dibuang waktu untuk eksplorasi setiap tombol.

20131004_105926

 

Yang keren dari hotel ini adalah toiletries yang disediakan bertajuk “Etude House,” mini pack, kabarnya ini merk lumayan bagus di Korea dan laku. Toko besarnya ada di depan hotel. Maka dari itu saban hari, satu set Etude masuk ke dalam tas punggung. Norak? Biarin.

Makan malam pertama di Seoul. Mencari yang halal bukan perkara mudah apalagi ga semua petunjuk disertai bahasa Inggris dan pelayannya juga terbata-bata. Walhasil saya hanya bisa percaya pada gambar. Nasi goreng keju kimchi, 5500 won. Percayalah makanan berat dengan harga murah ya cuma segitu nilainya. Kalau mau cemilan di pinggir jalan ya bisa, 2000 won untuk kentang ulir.

20130928_210256

 

Karena hotel ini sesungguhnya berada di tengah pertokoan, sampai di jam 11 malam masih ada pelayan toko kosmetik, yang jumlahnya berjejer samping menyamping dalam jumlah buanyak, masih berteriak

Annyeong haseyooooo

Ah, kata-kata itu alamat melekat berhari-hari ke depan.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s